Jejak Mas Yos di Atas Piringan Hitam

Nugraha
|
detikPop
Bisnis barang bekas seperti piringan hitam atau vinyl dan kaset pita yang biasa di putar di perangkat radio masih eksis hingga kini walau band maupun penyanyinya barangkali sudah pensiun bahkan tutup usia.
Ramai Jual Piringan Hitam di Blok M Square Foto: Trio Hamdani
Jakarta - Ritual itu merupakan bagian penting dari keberadaan manusia. Ritual yang selama bertahun-tahun dijalankan bisa jadi adalah sebuah kebenaran.

Sama kayak menaruh stylus di atas vinyl, sambil memastikan turntable terus berputar. Setelah itu, atur setelan volume hingga speaker mengeluarkan nada demi nada yang pas terdengar di telinga.

Duduk manis sambil membaca notes dari lembaran cover album, nikmati setiap alunan yang dimainkan. Itulah sebagian ritual yang bisa jadi cara paling benar dalam mendengarkan musik dari piringan hitam.

Gak cuma soal ritual, kaum audiofil punya hasrat yang lebih besar buat mencari keaslian di tengah era digital yang bahkan disebut kaum hipster agak pluralistik dan dangkal.

Mereka juga bilang, piringan hitam lebih autentik karena ada sesuatu yang benar-benar nyata. Secara harfiah saja, itu beda banget dibanding file suara yang praktis banget.

Ada juga ritual yang menuntut komitmen dari pendengarnya ketika kamu harus pergi ke toko buat beli album yang diinginkan, berinvestasi secara finansial buat peralatan pemutarnya. Di era digital, pendengar itu gak perlu komitmen. Kamu tinggal buka layangan streaming, klik, nikmati.

Para pecinta piringan hitam juga punya alasan tradisional menilai suara piringan hitam lebih baik karena lebih organik dengan sifatnya yang analog. Suara yang keluar dari speaker itu menghasilkan sinyal analog. Nah, kalau pakai file digital butuh alat konversi, biasa memakai DAC (konverter digital ke analog).

Di berbagai peralatan elektronik yang bisa menghasilkan suara, DAC itu sudah tertanam. Masalahnya, kalau pakai DAC yang jelek, bakal ada gejala kurangnya kedalaman, soliditas, dan noda pada file stereo.

Industri musik tanah air kembali bergeliat dan mencatat sejarah dengan hidupnya kembali pabrik piringan hitam. Adalah PHR yang membangun pabrik pencetak piringan hitam atau vinyl setelah sempat mati suri.Industri musik tanah air kembali bergeliat dan mencatat sejarah dengan hidupnya kembali pabrik piringan hitam. Adalah PHR yang membangun pabrik pencetak piringan hitam atau vinyl setelah sempat mati suri. Foto: Grandyos Zafna

Terkait piringan hitam, di Indonesia, jejak piringan hitam juga sudah terlihat sejak era kolonial abad ke-19. Setelah kemerdekaan, industri rekaman bermunculan, diawali Irama Records di Jakarta yang didirikan oleh Suyono Karsono pada era 50-an.

Piringan hitam pertama yang dirilis adalah album Sarinande (1956) karya The Progresif, Nick Mamahit & Trio Album berisi 14 karya musik bergenre Jazz instrumental.

Disusul pada 1961, yang juga menandai era stereofonik pertama di Indonesia dengan rilisan Semalam di Malaya karya Orkes Studio Djakarta, yang digarap komponis Saiful Bahri serta penyanyi-penyanyi legendaris kayak Nina Kirana, hingga Tuty Daulay.

"Irama mempersembahkan rekaman stereo pertama di Indonesia. Dengan suara lebih wajar dan bermutu dengan kepuasan pendengar yang lebih memuaskan," begitu petikan suara yang terdengar di awal piringan hitam tersebut.

Karya itu juga spesial karena dirilis sebagai peringatan sepuluh tahun berdirinya perusahaan rekaman Irama. Suyono Karsono juga mendirikan radio yang diberi nama Elshinta, sesuai dengan nama putrinya.

SUBO: Listening Bar Tersembunyi di Kawasan Cipete Utara, Jakarta Selata. Bisa menikmati musik dari piringan hitam (vinyl) dan menyantap coffee mocktail serta makanan homemade lezat.SUBO: Listening Bar Tersembunyi di Kawasan Cipete Utara, Jakarta Selata. Bisa menikmati musik dari piringan hitam (vinyl) dan menyantap coffee mocktail serta makanan homemade lezat. Foto: detikFood/Yenny Mustika Sari

"Mas Yos berperan besar dalam mengembangkan industri musik dan radio di Indonesia," begitu tulisan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno di Instagram kemenparekraf.ri.

Mas Yos merupakan pelopor, terutama saat Hari Radio Nasional yang jatuh pada tanggal 11 September. Dalam unggahan itu, ditulis juga sekilas tentang Mas Yos, terutama sosoknya yang dikenal sebagai penyanyi, broadcaster, pengembang bakat musisi, hingga produser.

Bersama Irama Records, dia ikut membesarkan nama-nama kayak Bing Slamet hingga Sam Saimun. Karya dari legenda-legenda musik itu kini jadi bagian yang cukup dicari para pecinta piringan hitam. Tapi, kiprah Irama Records terhenti pada 1967 karena masalah finansial.


(nu2/nu2)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO