Gagal di Bioskop, Eden Lebih Laku di Netflix
Film yang mengusung genre survival-thriller dengan bumbu erotis yang kental ini tidak hanya sekadar memuncaki tangga popularitas, tetapi juga memicu perdebatan luas di media sosial mengenai batas moralitas dan kegelapan sifat manusia.
Disutradarai oleh peraih Oscar, Ron Howard, Eden menjadi magnet utama bagi pelanggan Netflix berkat jajaran pemain kelas A, termasuk Ana de Armas, Sydney Sweeney, Jude Law, dan Vanessa Kirby.
Terinspirasi dari misteri nyata yang belum terpecahkan di Kepulauan Galápagos pada tahun 1930-an, Eden mengisahkan tentang Dr. Friedrich Ritter (Jude Law) dan pasangannya Dora (Vanessa Kirby). Mereka memutuskan untuk meninggalkan kehidupan modern yang mereka anggap korup di Jerman demi mencari kehidupan yang "murni" di Pulau Floreana yang tak berpenghuni.
Namun, visi mereka tentang surga pribadi segera terusik ketika pasangan lain, keluarga Wittmer, tiba untuk menetap. Ketegangan mencapai puncaknya dengan kedatangan seorang Baroness gadungan (Ana de Armas) yang membawa dua kekasih setianya dengan rencana untuk membangun hotel mewah di pulau tersebut.
Apa yang terjadi selanjutnya adalah perang psikologis dan fisik. Di bawah terik matahari Galápagos yang tanpa ampun, kebutuhan dasar untuk bertahan hidup bercampur aduk dengan hasrat seksual yang meledak-ledak, kecemburuan buta, dan perebutan kekuasaan yang brutal. Film ini mengeksplorasi bagaimana hukum peradaban runtuh sepenuhnya ketika manusia didorong ke titik nadir mereka.
Mengapa Eden Sukses di Desember 2025?
Kedua aktris utama mereka memberikan performa yang mungkin akan menjadi sejarah dalam karier mereka. Ana de Armas tampil memukau sebagai sosok Baroness yang manipulatif dan magnetis, sementara Sydney Sweeney berhasil memerankan karakter yang bertransformasi dari sosok yang lugu menjadi penyintas yang dingin. Keberanian mereka dalam melakukan adegan-adegan intens dengan rating dewasa (R-Rated) dipuji sebagai bentuk komitmen total terhadap seni peran.
Sutradara Ron Howard, yang biasanya dikenal lewat film-film keluarga atau drama biopik yang "aman" seperti Apollo 13, memberikan kejutan besar pada 2025. Di Eden, ia melepaskan batasan tersebut dan menghadirkan karya yang provokatif, eksplisit, dan kelam. Sinematografinya menangkap keindahan pulau yang eksotis sekaligus mencekam secara bersamaan.
Ketertarikan penonton semakin berlipat ganda karena film ini didasarkan pada peristiwa nyata yang dikenal sebagai "The Galápagos Affair". Hilangnya beberapa penghuni asli pulau Floreana secara misterius di kehidupan nyata memberikan lapisan kengerian ekstra bagi para penonton yang menyukai teori konspirasi dan sejarah gelap.
Meskipun menyandang label R-Rated karena konten erotis dan kekerasan yang eksplisit, hal ini justru menjadi bumerang positif bagi Netflix. Di era di mana banyak film blockbuster terasa terlalu dipoles dan aman, Eden menawarkan sesuatu yang mentah dan manusiawi.
Netflix melaporkan film ini telah ditonton lebih dari 60 juta kali hanya dalam minggu pertama rilisnya pada pertengahan Desember ini.
Eden bukan sekadar film tentang orang-orang yang terdampar di pulau; ini adalah studi tentang apa yang tersisa dari manusia ketika topeng peradaban dilepaskan.
Dengan akting memukau dan narasi yang berani, film ini diprediksi akan menjadi pesaing kuat di musim penghargaan mendatang, sekaligus menjadi bukti genre thriller dewasa masih memiliki tempat yang sangat besar di hati penonton global.
Padahal jika kita melihat performanya di bioskop, mereka hanya mampu menghasilkan pendapatan global sebesar USD 2,5 juta saja. Sementara biaya produksinya sendiri sudah mencapai USD 55 juta.
Hal ini pun seperti menunjukkan lagi-lagi Netflix bisa menjadi rumah yang cocok untuk film-film yang gagal di box office.
(ass/dar)











































