James Cameron selama ini dikenal sebagai sutradara yang "anti-gagal" dalam urusan sekuel. Namun, rilisnya film ketiga dari saga Na'vi, Avatar: Fire and Ash, nampaknya mulai menunjukkan adanya kejenuhan di mata para kritikus film global.
Berdasarkan data terbaru dari situs agregator ulasan Rotten Tomatoes, film ini mencatatkan skor terendah dibandingkan dua pendahulunya.
Saat pertama kali muncul pada 2009, Avatar pertama meraih skor impresif 81%. Sekuelnya, The Way of Water (2022), sedikit menurun ke angka 76%.
Namun, Fire and Ash kini terperosok ke angka 70-71%. Meskipun masih berada di zona "Fresh", penurunan konsisten ini menjadi sinyal merah bahwa formula keajaiban visual Cameron mungkin mulai kehilangan daya magisnya.
Kritikus memberikan penilaian yang beragam. Di satu sisi, teknologi Motion Capture dan CGI yang digunakan tetap dipuji sebagai standar emas industri film saat ini. Namun, di sisi lain, narasi ceritanya dianggap mulai kehilangan arah.
Beberapa poin utama yang menjadi sorotan para pengamat film antara lain:
Banyak ulasan menyebutkan bahwa dinamika konflik antara klan Na'vi dan manusia (RDA) mulai terasa berulang tanpa adanya terobosan plot yang signifikan.
Dengan durasi yang menembus angka 3 jam, film ini dianggap terlalu banyak menghabiskan waktu pada pemandangan tanpa menggerakkan emosi penonton secara mendalam.
Fokus pada elemen "api" (klan Ash People) dianggap menarik, namun tidak cukup kuat untuk memberikan dimensi baru pada karakter-karakter utamanya.
Berbanding terbalik dengan kejadian dalam pemutaran perdananya di Indonesia, film James Cameron itu justru banjir pujian.
detikpop pun jadi salah satu yang terpukau dengan keindahan visual yang dihadirkan di film ketiganya itu. Belum lagi pada sebuah adegan antara Varang (Oona Chaplin) dan Miles Quaritch (Stephen Lang) di dalam tenda yang pastinya bakalan bikin kita melongo.
Tentunya penurunan skor ini tentu menjadi perhatian besar bagi Disney dan 20th Century Studios, mengingat biaya produksi yang dikeluarkan sangat fantastis. Diperkirakan, James Cameron menghabiskan sekitar USD 400 juta atau sekitar Rp 6,67 triliun untuk memproduksi babak ketiga ini.
Angka tersebut belum termasuk biaya pemasaran (marketing) global yang bisa mencapai jutaan dolar lainnya. Agar bisa dianggap sukses secara finansial atau mencapai titik impas (break-even point), film ini diprediksi harus meraup setidaknya USD 1 miliar hingga USD 1,5 miliar di box office global.
Meski dihujani kritik, sejarah mencatat bahwa film-film James Cameron sering kali tahan banting terhadap ulasan negatif. The Way of Water sempat diragukan di awal, namun akhirnya berhasil menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa.
Bagi penonton umum, pengalaman menonton Avatar bukan sekadar soal naskah, melainkan soal tontonan audio-visual yang tidak bisa didapatkan di film lain.
Pertanyaannya sekarang, apakah keindahan di Pandora kali ini cukup kuat untuk menarik orang kembali ke bioskop dan mengamankan posisi Avatar 4 dan 5 di masa depan?
Simak Video "Video: Banyak Lahirkan Film Box Office, James Cameron Kini Jadi Miliarder"
(ass/dar)