Avatar: Fire and Ash Dihajar Kritikus, Penonton Sebaliknya
Berdasarkan data dari laman agregator Rotten Tomatoes per Minggu (28/12), Avatar: Fire and Ash gagal mengantongi status Certified Fresh dari para kritikus.
Dari total 312 ulasan yang terkumpul, film ini hanya meraih skor 66 persen di Tomatometer, menjadi nilai terendah sepanjang trilogi Avatar. Sebagai perbandingan, Avatar (2009) meraih 81 persen, sementara The Way of Water (2022) berada di angka 76 persen.
Sejumlah kritikus menilai film ini terlalu mengandalkan kemegahan visual, namun minim kedalaman cerita. Gaya khas James Cameron yang dulu dianggap visioner kini dinilai sebagian pihak terasa berulang dan nostalgia semata.
"Visi Cameron tidak lagi terasa sebagai masa depan, melainkan sebuah perjalanan nostalgia, bentuk deja vu yang sangat mahal," kata Stephanie Zacharek dari TIME Magazine.
Ia menambahkan sensasi magis yang ditawarkan film ini terasa terlalu dikalkulasi.
"Keajaiban film bisa hadir dalam banyak wujud, tetapi jarang sekali ia terasa sekalkulatif ini, mencampuradukkan rasa kagum dengan kebingungan yang membuat penonton terpaku."
Nada serupa juga datang dari Peter Bradshaw, kritikus senior Guardian, yang menilai Avatar masih berdiri sebagai tontonan megah namun hampa.
"Avatar tetap sama besarnya dalam ketidakmenarikan dan sama kolosalnya dalam ketahanan terhadap kritik seperti sebelumnya: sebuah bangunan besar yang kosong, yang dengan tenang menolak segala keberatan."
Sementara itu, Nicholas Barber dari BBC.com tak kalah tajam dalam ulasannya.
"197 menit grafis seperti screensaver, dialog kaku, alur cerita yang menggelembung dan longgar, serta spiritualitas new-age ala hippie. Sungguh mengerikan membayangkan bahwa Cameron masih memiliki dua sekuel lagi yang sudah dijadwalkan."
Meski demikian, tidak semua kritikus sepakat untuk sepenuhnya menepikan Fire and Ash. Beberapa tetap mengakui kepiawaian Cameron dalam hal teknis dan skala penceritaan.
"Ini tetap merupakan epik dalam hal keterampilan dan keyakinan. Anda bisa merasakan pengabdian mendalam Cameron pada dinamika karakter-karakter utamanya, bahkan ketika minatnya melampaui minat kita sendiri. Hal itu terutama terasa dalam Fire and Ash," kata Jake Coyle dari Associated Press.
David Ehrlich dari IndieWire juga mengakui meski film ini terasa berputar-putar, Cameron tetap mampu menghadirkan momen segar.
"(Ekspektasi) tidak mempersiapkan saya pada kenyataan menyaksikan salah satu penjelajah terbesar sinema berjalan berputar-putar selama tiga jam, meskipun Cameron-karena dia adalah Cameron-secara alami tetap menemukan cara untuk membuat perjalanan itu terasa baru dan menyegarkan pada beberapa saat."
Baca juga: 8 Film Bioskop di Libur Natal dan Tahun Baru |
Berbanding terbalik dengan respons kritikus, penonton justru memberi sambutan hangat. Avatar: Fire and Ash mencetak skor 90 persen di Popcornmeter, berdasarkan lebih dari 5.000 verified ratings. Angka ini menunjukkan film tersebut tetap berhasil memikat mayoritas penonton bioskop.
Beberapa penonton bahkan membela kemiripan cerita dengan film sebelumnya. Menurut mereka, sebagai sekuel, wajar jika benang merah cerita tetap terasa. Ada pula yang menilai James Cameron berhasil mengembangkan karakter dengan lebih emosional, meski alur utamanya terbilang sederhana.
Secara cerita, Avatar: Fire and Ash berfokus pada konflik internal keluarga Jake Sully pasca-peristiwa The Way of Water. Di saat bersamaan, mereka juga harus menghadapi ancaman dari suku Mangkwan yang bekerja sama dengan musuh lama keluarga tersebut.
(dar/wes)











































