Dian Sastrowardoyo Jadi Ibu Ril dan AI dalam Film Esok Tanpa Ibu
Esok Tanpa Ibu menempuh perjalanan produksi yang cukup panjang. Film ini mulai dikembangkan sejak 2019 dan baru rampung pada 2025.
Film ini lebih dulu diputar di Busan serta Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF).
Produser Base Entertainment, Shanty Harmayn, mengaku lega film ini akhirnya bisa melangkah menuju bioskop komersial setelah melalui berbagai tantangan.
"Saya lega. Sangat senang dan lega karena memang film ini melalui begitu proses yang amat sangat panjang. Film ini dimulai di tahun 2019, jadi kita di penghujung 2025 akhirnya bisa memberikan langkah pertama menuju rilis di Januari 22," kata Shanty saat konferensi pers di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
Esok Tanpa Ibu disebut membawa warna baru dalam perfilman Indonesia. Terutama karena mengangkat isu kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sebagai bagian penting dari cerita.
Produser Base Entertainment lain, Aoura Lovenson Chandra, menilai tema tersebut sangat relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini.
"Jadi cerita ini punya konsep yang kuat dari sisi drama, tapi juga, as we can see semua tadi di trailer, ada elemen AI (Artificial Intelligence) yang saya rasa sangat relevan sama kehidupan kita sekarang," ujar Aoura.
Nama Dian Sastrowardoyo menjadi sorotan utama dalam film ini. Perannya ganda: sebagai produser dan pemain.
Karakter yang dimainkannya juga double: ibu versi ril dan versi AI.
Dian mengaku peran tersebut menjadi tantangan tersendiri, terutama saat harus memerankan karakter sebagai entitas kecerdasan buatan.
"Iya jadi untuk bisa menjiwai... sebenarnya agak menantang tuh pada saat aku memerankan karakter AI Ibu ya. Untuk bisa mendapatkan arahan karakter yang tepat, aku akhirnya, jujur, jadi sangat sering ngobrol sama AI yang ada di ponsel aku," ungkap Dian.
Sementara itu Ringgo Agus Rahman, yang memerankan karakter Bapak, menilai film ini memberikan sentilan emosional. Khususnya bagi para pria.
Menurutnya, film ini menyoroti kecanggungan komunikasi antara ayah dan anak laki-laki, serta peran penting ibu dalam keluarga.
"Ada tamparan sih, kalau gue ngelihatnya ada tamparan di mana Bapak sama Anak, nih cowok-cowok nih, gitu memang ada kecanggungan," kata Ringgo.
Aktor muda Ali Fikri yang memerankan Cimot menjadi penggerak utama cerita. Ia mengaku sempat merasa gugup saat pertama kali dipercaya memikul peran tersebut.
"Pertamanya mah aku deg-degan banget. Tapi setelah itu aku mendalami karakter aku dan beruntung banget bisa main sama Bapak, sama Ibu, dan semua tim. Semoga terasa relatable bagi remaja-remaja yang mungkin sering merasa salah paham sama orangtua. Semoga dengan nonton film ini bisa mengingat lagi memori dan waktu-waktu bersama keluarga mereka," lanjutnya.
Film ini juga dibintangi Aisyah Nura Datau yang memerankan karakter Zila, seorang ahli teknologi sekaligus hacker yang terlibat dalam pengembangan AI Ibu.
"Zila ini karakter seorang perempuan yang ahli komputer, bisa dibilang hacker. Dia adalah pencipta atau pencolong sistem yang nantinya dikembangkan menjadi AI Ibu. Yang menarik, walaupun Zila sangat percaya teknologi adalah segalanya, tetap ada kekhawatiran besar saat komputer sudah lebih merajalela daripada manusia," kata Nura.
Untuk mendalami peran tersebut, Nura mengaku melakukan riset dengan berdiskusi langsung dengan teman-temannya yang berlatar belakang IT.
"Akhirnya aku banyak ngobrol sama teman-teman aku yang emang orang IT supaya enggak keliru dan paling enggak mengerti apa yang dibicarakan sama Zila. Kalau ada waktu aku juga belajar arti-arti coding dan hal teknis lainnya," pungkasnya.
Esok Tanpa Ibu ditulis oleh Gina S. Noer bersama Diva. Film ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi orang tua dan remaja dalam membangun hubungan keluarga yang lebih hangat di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
(fbr/aay)











































