Girls Will Be Girls: Drama Remaja India yang Subtil

Sinopsis Girls Will Be Girls

Kalau ngomongin drama remaja India, biasanya banyak orang langsung kebayang Bollywood yang penuh tarian, warna-warni, dan drama lebay ala sinetron. Tapi ternyata ada juga loh yang digarap dengan subtil, realistis, dan lebih intim, terutama karya-karya baru dari sutradara independen atau festival.

Mereka gak sekadar jualan cinta-cintaan remaja, tapi nyentuh isu identitas, gender, keluarga, sampai tekanan sosial dengan cara yang halus dan menyentuh.

Termasuk Girls Will Be Girls. Ceritanya tentang Mira, remaja 16 tahun di sekolah asrama Himalaya, yang lagi belajar soal cinta, tubuh, dan kebebasan, hingga nunjukin hubungan kompleks antara Mira dengan ibunya, dan juga Srinivas.

Review Girls Will Be Girls

Shuchi Talati lewat Girls Will Be Girls menghadirkan drama remaja yang jauh dari klise. Film ini gak cuma soal cinta pertama, tapi lebih ke perjalanan seorang remaja perempuan, Mira, mencari dirinya di tengah tekanan sosial, aturan sekolah asrama yang kaku, dan rasa ingin tahu.

Dari awal, tone visual film terasa dingin, kamera statis, menekankan keteraturan dunia boarding school. Sejalan dengan posisi Mira sebagai ketua OSIS baru yang dituntut lurus dan disiplin.

Momen inaugurasi Mira lumayan serius. Dia pidato, memimpin ikrar, lalu langsung tegas banget menegur temannya yang salah pakai kaus kaki. Bahkan ada adegan dia menghukum dua siswi yang ngobrol saat ikrar dengan berlari keliling lapangan.

Saking disiplin dan kaku, Mira sempat disindir sahabatnya. Tapi ya begitulah, dia punya aura kuat sebagai ketua OSIS.

Di balik itu, Mira hidup dengan tekanan. Gurunya nuntut nilai sempurna, sementara beberapa guru lain bahkan meragukan kemampuan seorang perempuan jadi pemimpin.

Titik balik datang saat sesi klub astronomi malam, ketika Mira bertemu Srinivas, siswa baru pindahan dari sekolah internasional. Adegan mereka berbagi kain di bawah langit berbintang bukan sekadar romansa, tapi simbol benturan dunia Mira yang penuh aturan dengan kehangatan spontan yang baru dia temukan.

Srinivas emang beda dari teman yang lain. Dia lugas dan pintar bergaul, membuat obrolan mereka hangat. Sampai pada momen, Srinivas minta izin untuk mencium, Mira menolak. Tapi justru dia sendiri yang nyolong cium pipi sebelum berpisah.

Sinematografi di sini lebih lembut, cahaya malam terasa intim, memberi kontras dengan suasana asrama yang kaku. Talati juga gak takut masuk ke ruang privat yang jarang dieksplorasi film remaja.

Adegan-adegan setelah itu makin memperlihatkan sisi rapuh dan personal Mira. Ada adegan Mira sendirian di kamar, mencoba memahami tubuhnya sendiri, ditampilkan dengan sensitif tanpa jadi eksploitasi.

Jelas banget film ini mau bicara tentang seksualitas perempuan remaja yang beda sama versi romantis Hollywood. Oh iya, Girls Will Be Girls itu film berbahasa Inggris, tapi dengan latar India. Karakternya pun menyentuh kultur India dengan sentuhan modern.

Kehadiran Srinivas membawa Mira pada pengalaman baru, tapi juga menimbulkan dilema. Mereka belajar bersama, ciuman di laboratorium, hingga mencari tahu soal seks di warnet.

Belum lagi drama yang terjadi di rumahnya. Srinivas itu diterima dengan baik oleh ibu Mira, meski jadi terkesan berlebihan. Dia bahkan sering mengundang pacar anaknya itu buat makan bersama.

Semua itu terasa raw, tanpa editan berlebih. Terasa natural tanpa membosankan. Bahkan secara keseluruhan, Girls Will Be Girls adalah potret coming-of-age dengan pendekatan yang lebih kontemplatif ketimbang melodramatis.

Sejak awal saja sinematografinya simbolis banget, ditambah lagi dengan visual yang sunyi, dialog singkat, dan fokus pada ekspresi kecil yang penuh makna.

Tapi, jujur aja, Girls Will Be Girls itu kadang bikin gak nyaman karena kayak ngajak kamu buat balik ke masa remaja yang sering masuk ke ruang abu-abu. Ruang antara penasaran, takut, dan keinginan untuk dianggap dewasa. Meski itu juga yang bikin pesannya nyangkut lama di kepala.

Girls Will Be Girls bisa ditonton di KlikFilm