Lembaga Sensor Tak Lagi Main Potong Film untuk Bioskop

Sudrajat
|
detikPop
Lembaga Sensor Film RI
Lembaga Sensor Film Foto: 20Detik
Jakarta - Ketua Subkomisi Teknologi Penyensoran Lembaga Sensor Film (LSF), Satya Pratama Kadranyata mengungkapkan pihaknya tak lagi semena-mena untuk memotong atau menggunting film-film yang masuk. Paradigma penyensoran lebih bersifat dialogis dengan mengkomunikasikan setiap karya dengan kalangan industri perfilman terkait.

"Jadi kami cuma memberikan catatan kepada para pihak bahwa di adegan ini-ini, di menit ke sekian sebaiknya tidak ada. Kalau pihak industri tidak sepakat, kami diskusikan, duduk bersama. Apa yang disepakati, mereka sendiri yang kemudian memotongnya," kata Satya sebelum acara nonton bareng film 'Believe' di Djakarta Theater, Minggu (27/7/2025) sore.

Kalau dulu dalam setahun, ia melanjutkan, pihaknya rata-rata menonton dan memotong 1,5 - 2 juta menit.

"Jadi beban di penglihatan sehingga hasil pemeriksaan mata anggota LSF itu nilai minusnya cenderung makin nambah," seloroh pria bertubuh tinggi besar itu.

Kriteria materi film yang baik, kata Satya, setidaknya menurut undang-undang harus menghindari unsur kekerasan, ujaran kebencian dan sumpah serapah, perlawanan terhadap hukum, tidak mengkampanyekan LGBT, narkoba, bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan lainnya. Untuk itu LSF membuat kriteria film layak tonton berdasarkan klasifikasi usia, yakni semua umur, 13+, 17+, dan 21+.

"Jadi, Bapak-Ibu sebaiknya kalau mau nonton yang 17 tahun ke atas, apalagi yang 21 ya jangan mengajak anak yang usianya di bawah itu. Budayakan self censorship, dengan hanya menonton sesuai kriteria usia untuk mengeleminir dampak negatif dari tontotan," ujarnya.

Untuk penyensoran pada layanan Over the top (OTT), menurut Satya, bukan menjadi ranah LSF, tapi menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Digital. Sekalipun demikian ada beberapa tayangan film-film Indonesia di platform Netflix yang juga turut menyensorkan filmnya kepada LSF.

"Kami juga melakukan pendekatan kepada Asosiasi TV Streaming Indonesia atau AVC. Biasanya kami lebih melakukan pendekatan secara personal," kata Satya.

Acara nonton bareng film Believe itu merupakan kolaborasi LSF dengan Ikatan Alumni Smandel. Sekitar 100-an alumni (SMA 8) berbagai angkatan terlihat antusias untuk menyaksikan film tersebut. Turut hadir Sutradara Film Believe Arwin Tri Wardhana yang merupakan alumnus SMAN 8, dan 4 pemeran antar lain Ajil Ditto, M. Iqbal Sulaiman, dan Tubagus Ali.

Sebelumnya di acara yang sama, Ketua Subkomisi Publikasi LSF Nusantara Husnul Khatim Mulkan mengungkapkan, sepanjang semester pertama 2025 telah melakukan penyensoran terhadap 124 film. Hingga akhir tahun ini LSF menargetkan ada 300 produksi film layar lebar nasional. Jumlah tersebut diperkirakan akan melampaui capaian yang dilakukan LSF pada 2024.

"Tahun lalu kami menyensor 285 film nasional dan 255 film impor atau luar negeri. Ini artinya film nasional sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri," kata Husnul Khatim.

Selain kuantitas produksi film nasional yang mengungguli film impor, Husnul Khatim menambahkan, jumlah penonton film nasional juga masih lebih banyak ketimbang penonton film impor. Dari 122 juta penonton film di bioskop, kata dia, sebanyak 67 persen atau sekitar 80 juta di antaranya menonton film nasional.

"Ini karena para sineas kita makin mumpuni dan menghasilkan film-film bermutu, seperti Sore. Juga Believe yang akan kita tonton bersama," kata Husnul Khatim.

Ada fakta lain yang sangat membanggakan, sambungnya, film animasi 'Jumbo' tak cuma menjadi yang terlaris di tanah air, tapi juga di negara-negara Asia Tenggara.


(jat/nu2)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO