The Electric State: Film Netflix Yang Bisa Di-Skip

Sinopsis:

The Electric State menceritakan tentang Michelle (Millie Bobby Brown yang sepertinya sudah kontrak mati dengan Netflix) yang hidup sendirian di dunia yang tak bersahabat. Manusia sekarang perang dengan robot dan bergantung dengan VR.

Kematian kedua orang tua dan adiknya tentu saja membuat Michelle menjadi sosok yang tak menyenangkan.

Kemudian datanglah sebuah robot yang mengaku sebagai adiknya, Christopher (Woody Norman). Michelle tentu saja langsung mempunyai misi baru untuk menyelamatkan adiknya dari ilmuwan jahat, Ethan Skate (Stanley Tucci).

Dalam perjalanannya Michelle bertemu dengan Keats (Chris Pratt) dan beberapa robot gemas yang tentu saja akan mengubah perjalanan hidupnya.

Review:

Ada beberapa hal yang mungkin kamu harus tahu tentang The Electric State. Pertama, ini adalah film kedua Russo Brothers dengan Netflix setelah The Gray Man tiga tahun lalu. Dua, film ini membutuhkan dana sekitar 320 juta dollar untuk pembuatannya.

Untuk perbandingan, Dune: Part Two membutuhkan dana sekitar 190 juta dollar saja. Tiga, seperti tiga film Russo Brothers setelah Avengers: Endgame, respons kritikus sangat dingin. Sampai review ini ditulis, The Electric State mendapatkan skor 14% di RottenTomatoes.

Pertanyaannya: apakah The Electric State memang seburuk itu?

Secara teknis, The Electric State adalah film yang cukup enak dilihat kalau kamu mau menghiraukan bahwa film ini menghabiskan dana 300 juta dollar lebih. Tapi begitu ingat soal biaya pembuatannya, teknis film ini jadi terasa biasa saja.

Russo Brothers menggunakan setting 90-an dan menggabungkannya dengan unsur futuristis tanpa alasan yang jelas selain skripnya meminta hal tersebut.

Hasil akhirnya terasa seperti alasan untuk menaruh lagu Oasis di tengah-tengah adegan. Yang lebih buruk dari keputusan ini adalah kenyataan bahwa presentasi audio visual film ini terasa sekali seperti karbon kopi dari film-film yang lahir sebelumnya.

Menonton The Electric State seperti melihat orang sedang mencoba membuat film Steven Spielberg. Bahkan dibandingkan dengan Ready Player One, yang mana hampir semua orang setuju bahwa film itu bukan karya terbaiknya Spielberg, film ini terasa seperti versi KW-nya.

Bagian yang sangat tidak dimaafkan dari The Electric State adalah kenyataan film ini tidak terasa sekali bernyawa. Bahkan jika dibandingkan dengan The Gray Man yang juga sama-sama terasa seperti orang sekarat, film ini benar-benar terasa tidak memiliki energi.

Aneh sekali menyaksikan sebuah film dari orang yang pernah membuat Captain America: The Winter Soldier atau Avengers: Endgame yang penuh energi mempersembahkan karya yang begitu loyo. Saat The Electric State mencoba untuk sentimental, film ini kemudian mematahkan emosi tersebut.

Editingnya dibuat agar selalu ada peristiwa setiap lima menit sekali tapi secara emosi berantakan. Michelle dan Keats dibentuk atas karikatur semua film sejenis. Michelle adalah sosok yang rebel dan Keats adalah jenis karakter yang tidak tahan untuk tidak ngelucu.

Film ini dipenuhi momen di mana karakter-karakternya mengucapkan one-liner setiap saat. Menariknya, tidak ada satu pun jokes yang beneran lucu. Seakan menambahkan keburukan ini, Brown dan Pratt tidak memiliki chemistry sama sekali.

Masing-masing justru lebih memiliki chemistry dengan robot daripada dengan satu sama lain. Sebenarnya ada film lain yang lebih buruk dari The Electric State karena bagaimana pun juga film ini masih bisa kamu nikmati bahkan kalau kamu menontonnya sambil bersih-bersih rumah.

Kenyataan bahwa film ini menghabiskan uang sebanyak itu hanya untuk menjadi tontonan orang gabut membuat saya benar-benar skeptis dengan masa depan sinema dunia. Dibandingkan dengan gambaran suram tentang teknologi yang ada di filmnya, poin ini yang justru terasa lebih menakutkan.