Gen Z Dianggap 'Bunuh' TV

Asep Syaifullah
|
detikPop
Hari Televisi Sedunia 21 November: Sejarah dan Cara Peringatinya
Ilustrasi menonton televisi. Getty Images/EyeEm/Rene Wassenbergh / EyeEm
Jakarta - Televisi dulu menjadi salah satu platform yang cukup dilirik oleh pengusaha-pengusaha film, namun hal itu mulai berubah seiring dengan era internet dan media sosial. Khususnya pada kebiasaan generasi sekarang atau yang kerap disebut Gen Z. Beragam hal perlahan punah (atau menuju ke arah sana) seperti fotokopi, koran dan (mungkin) televisi.

Fenomena ini pun jadi perbincangan menarik dalam ajang Venice Film Festival di mana dalam salah satu diskusi membahas bagaimana target pasar dalam industri film kini telah berubah. Gen Z (yang seharusnya jadi target potensial) dianggap sangat sulit, apalagi untuk program televisi (seperti serial-serial).

"Kita secara aktif mencari para audiences yang tak lagi nonton TV. Kita sangat ahli untuk mendekati milenial dan (generasi) yang lebih tua, tapi Gen Z sangat sulit, yang mana menjadi semua masalah dari penyedia layanan broadcast untuk publik," ujar Diana Tabakov, perwakilan dari Ivysilani, layanan streaming di Ceko.

Menurutnya banyak Gen Z yang lebih nyaman untuk menghabiskan waktunya dengan internet, entah bermain media sosial atau justru menyaksikan sesuatu di sana.

"Anak muda merasa televisi hanya untuk orang-orang tua saja," paparnya.

Perubahan yang paling menonjol dan membuat frustrasi bagi sebagian besar pengguna adalah banyaknya platform streaming. Contohnya mungkin ketika Netflix adalah satu-satunya platform streaming yang tersedia? Mengutip Malcolm in the Middle, "Masa depan adalah sekarang, Pak Tua."

Hari-hari itu sudah lama berlalu. Selama beberapa dekade, studio film tidak dapat memiliki dan mengoperasikan bioskop karena Dekrit Paramount, sebuah undang-undang dari tahun 1930-an yang dimaksudkan untuk mengekang monopoli (undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada 2020).

Saat ini, hampir setiap studio memiliki layanan streaming sendiri yang berisi judul-judul original dan eksklusif. Akibatnya, biaya berlangganan setiap paket jauh melebihi biaya berlangganan paket TV melalui penyedia kabel.

Tak lama kemudian, layanan streaming harus mengembangkan cara baru untuk mendapatkan keuntungan dari penggunanya. Memproduksi konten original untuk menarik pelanggan baru hanya akan menghasilkan pendapatan bagi platform seperti Netflix dan Prime Video. Banyak streamer yang terpaksa menyertakan iklan dalam programnya untuk memaksimalkan keuntungan dan menenangkan para pemegang saham penting tersebut (semuanya memuji kapitalisme).

Terakhir, dan yang paling aneh, salah satu keterbatasan utama jaringan televisi adalah pemirsa harus menunggu hingga program atau film favorit mereka dijadwalkan tayang. Layanan streaming menghilangkan masalah itu.

Namun, Disney+ baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka sedang mengembangkan saluran langsung di platform tersebut yang akan menayangkan film dan acara baru secara berurutan. Hal yang sebenarnya bukan barang baru karena itu sama saja dengan apa yang dilakukan televisi.

Dilansir dari BBC disebutkan jika hanya 48 persen generasi muda yang menyaksikan televisi dan paling lama hanya 33 menit saja per harinya yang mana turun 16% dari tahun lalu. Dan mereka justru menghabiskan waktu tiga kali lipat di platform lainnya seperti TikTok dan YouTube.

Namun, ada kabar baik bagi radio. Kuartal pertama 2024 menunjukkan jumlah pendengar radio mingguan tertinggi di semua perangkat dalam 20 tahun terakhir (hanya di bawah 50 juta). Waktu mendengarkan meningkat dibandingkan tahun lalu menjadi rata-rata 20,5 jam per minggu.


(ass/dar)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO