Review Longlegs: Bayangan Gelap Yang Menghantui

Candra Aditya
|
detikPop
Cuplikan adegan dalam film Longlegs.
Cuplikan adegan di film Longlegs. Dok. Neon
Jakarta - Lee Harker (Maika Monroe), seorang agen FBI yang kinyis-kinyis tidak tahu kenapa dia punya intuisi yang kuat. Ia tidak bisa menjelaskan kenapa dia punya feeling yang kuat. Kenapa dia bisa merasakan di mana penjahat berada, kenapa dia bisa tahu dimana pembunuh bersembunyi, kenapa dia mengartikan kode-kode dari seorang pembunuh berantai yang dicari-cari.

Sebelum Lee memasuki frame, kasus pembunuhan satu keluarga menjadi misteri bagi FBI. Semua misteri ini memiliki benang merah yang sama. Pembunuhnya adalah si bapak yang setelah menghabisi seluruh keluarganya akan bunuh diri. Semua anak kecil dalam keluarga itu lahir pada tanggal 14.

Semuanya tidak memiliki tanda-tanda bahwa ada orang lain selain keluarga yang bisa mengakses rumah tersebut. Semua kasus ini punya sebuah kartu berkode dengan nama "Longlegs" di bawahnya. Tidak butuh waktu lama bagi Lee untuk "menemui" Longlegs. Di kegelapan malam, setelah lama menatap foto-foto korban Longlegs yang sadis, Lee mendapatkan "surat cinta" dari si pembunuh.

Apa yang ia mau tidak jelas. Tapi Lee, dan juga penonton, bisa merasakan bahwa hal yang buruk akan segera terjadi. Tinggal menunggu waktu untuk setan tersebut muncul dan menghancurkan hidupnya.

Longlegs adalah sebuah pengalaman sinematik yang sangat unik. Distributornya, Neon, menciptakan salah satu promosi film paling menarik dalam beberapa tahun terakhir. Tidak ada film horor yang promosinya semengganggu Longlegs ini. Suara bisikan, gambar yang tidak jelas, kode yang aneh.

Semuanya mengisi materi promosi film ini. Kenyataan bahwa Longlegs ditulis dan disutradarai oleh Osgood Perkins menjanjikan sesuatu yang ganas. Dari segi plot, Longlegs berusaha keras untuk membuat penontonnya menutup mata.

Perkins mengisi Longlegs dengan berbagai hal yang mengganggu secara konstan dari awal film dibuka sampai film ditutup. Menariknya, tidak ada hal yang begitu traumatis yang muncul di layar, setidaknya bagi saya. Jangan salah sangka, Longlegs tetap menyajikan kengerian yang cukup.

Tapi dibandingkan dengan film-film horor sejenis, tidak ada yang ekstra mengganggu dalam film ini. Keputusan Perkins untuk mencampur genre crime procedural thriller dengan bumbu supernatural sebenarnya adalah keputusan yang menarik.

Cuplikan adegan dalam film Longlegs.Cuplikan adegan dalam film Longlegs. Foto: Dok. Neon

Bayangkan The Silence of the Lambs/Seven/Zodiac dengan film-film occult. Tapi sayangnya Perkins kesulitan untuk menggabungkan keduanya dengan halus sehingga hasil akhirnya adalah adonan kasar. Longlegs terasa begitu mantap dan menghentak di awal-awal.

Perkins memberikan begitu banyak set-up yang mengganggu. Hanya saja payback dari semua set-up tersebut tidak semengerikan atau tidak semenganggu apa yang ia janjikan. Tidak hanya Perkins menjelaskan misteri Longlegs dengan cara yang paling membosankan, tapi ia juga membuat rasa film ini menjadi anyep.

Bumbu supernatural yang membuatnya unik menjadikan Longlegs pincang. Hasil akhirnya justru membuat saya melek alih-alih ketakutan.

Untungnya Perkins tahu bagaimana cara mempresentasikan Longlegs dengan paripurna. Ia tahu benar bagaimana cara membuat penonton merasa tidak nyaman. Kemampuannya menciptakan visual yang mengganggu patut diacungi jempol.

Perkins tidak hanya bisa melukis gambar yang seperti diambil dari mimpi buruk anak-anak tapi ia juga tahu bagaimana cara menakut-nakuti penonton dengan ketiadaan. Longlegs terasa sangat mencekam ketika film ini justru tidak menampilkan apa-apa.

Perkins sangat ahli dalam menggambarkan dunia dengan keputusasaan sehingga ruangan yang kosong terasa seperti rumah hantu. Saya menahan nafas hanya untuk menebak apa yang akan terjadi di pintu belakang karakter utamanya ketika dia sedang konsentrasi.

Jendela kosong dan pintu yang terbuka lebar adalah sebuah undangan yang efektif untuk membuat saya memikirkan yang tidak-tidak. Mood yang sudah kelam ini kemudian ditambah dengan permainan kedua aktornya yang tahu benar mereka ada di film apa.

Maika Monroe tahu caranya menjadi mata penonton meskipun nada ketakutannya cukup monoton. Nicolas Cage, tanpa aktingnya yang hiperbola secara spesifik, sudah bisa membuat saya terkejut dengan dandanannya yang aneh.

Dua orang ini memiliki kesamaan dalam Longlegs: cara akting mereka satu nada. Bukan hal yang begitu mengganggu tapi Longlegs akan menjadi lebih menggebrak kalau saja Monroe dan Cage bisa memberikan eskalasi.

Longlegs jelas akan menjadi pengalaman yang buruk kalau kamu percaya dengan label "film horor terseram dekade ini". Tapi kalau kamu mau menikmati suasana yang tidak menyenangkan dan misteri yang tidak terlalu njelimet (percayalah, misterinya tidak semisteri itu), Longlegs sangat layak untuk dicoba.

Menonton Longlegs rasanya seperti menyelami mimpi saat kita sedang demam. Rasanya aneh, memusingkan tapi melenakan dengan caranya sendiri.


(ass/ass)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO