Efek Bola Salju Vina: Sebelum 7 Hari

Asep Syaifullah
|
detikPop
Cuplikan adegan dalam film Vina: Sebelum 7 Hari.
Cuplikan adegan di film Vina: Sebelum 7 Hari. Dok. Dee Entertainment
Jakarta - Kehebohan kasus kematian Vina bisa dibilang merupakan buah dari penayangan Vina: Sebelum 7 Hari yang digarap oleh Anggy Umbara. Film tersebut mengorek kembali kasus sensasional pada 2016.

Anggy mengaku bikin film ini dengan niat mencari keadilan untuk pihak keluarga korban dan sebagai pengingat agar tak ada Vina-vina lainnya.

"Saya ingin sampaikan lewat film ini, yuk sama-sama build awareness. Kita stop sampe di sini, jangan ada Vina lainnya," ujar Anggy Umbara selaku sutradara film Vina: Sebelum 7 Hari saat press screening film pada Senin (6/5).

Siapa sangka jika film tersebut menjadi pembahasan hangat di media sosial, dampaknya bukan hanya pada raihan jumlah penonton yang mencapai lebih dari 5,5 juta dalam jangka waktu kurang dari 20 hari tapi juga beragam konten lainnya di media sosial.

Tak hanya itu saja, kini film Vina: Sebelum 7 Hari dilaporkan ke polisi oleh Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) karena dianggap membuat kegaduhan. Mereka tak merinci konteks kegaduhan tersebut dan hanya menyebutkan jika film itu diduga mengandung unsur SARA.

"Ada dua ranah yang bisa diambil oleh penegak hukum dan juga pemerintah terkait dengan tindak pidana yang mengandung SARA dan membuat kegaduhan," ucap Zainul Arifin, ketua ALMI.

Padahal menurut Anggy filmnya itu sudah lulus sensor dan di antara beberapa poin yang termasuk dalam undang-undang no 14 tahun 2019, terdapat kategori penyensoran film di antara adalah SARA dan kekerasan.

Sementara pada pasal 13 disebutkan jika film yang dikategorikan mengandung persoalan terkait SARA apabila isi film dengan sengaja mendiskriminasi suku, ras, kelompok, atau golongan tertentu dengan menampilkan:

a. materi yang melecehkan dan/atau merendahkan suku, ras, kelompok, atau golongan termasuk merendahkan laki-laki, perempuan, anak, dan penyandang disabilitas;
b. materi yang dapat menimbulkan pertentangan atas keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh suku, ras, golongan, atau kelompok tertentu; dan/atau
c. materi yang dapat menimbulkan salah tafsir antarsuku, antarras, antargolongan, dan antarkelompok.


(ass/nu2)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO