The Greatest Hits: Pergi Ke Masa Lalu Melalui Lagu
EDITORIAL RATING
AUDIENCE RATING

Synopsis:
Dari awal film dibuka, Harriet (Lucy Boynton) sudah berduka. Hampir dua tahun sejak kematian kekasihnya, Max (David Corenswet, calon Superman berikutnya), dan Harriet masih berada di tempat yang sama. Beberapa orang akan mengatakan bahwa Harriet ada di tempat yang buruk.
Ia tidak bisa meninggalkan rumah tanpa headset di telinganya. Ia memilih bekerja di perpustakaan karena tempat ini menawarkan ketenangan. Tidak ada siapapun di orbitnya kecuali Morris (Austin Crute) yang masih mau betah mendengarkan ocehan Harriet yang seperti radio rusak.
Harriet tidak pernah move on dari rasa kehilangannya karena secara kebetulan ia mempunyai akses untuk ke masa lalu. Setiap kali Harriet mendengarkan sebuah lagu yang pernah ia dengarkan bersama Max, ia akan kembali ke masa tersebut. Harriet memiliki mesin waktu melalui musik yang ia dengar.
Rasa bersalahnya yang pekat membuatnya terobsesi untuk kembali ke masa ketika Max dari hidup. Berbagai cara ia lakukan untuk membuat Max tetap selamat tapi semua skenario yang terjadi membuat kekasihnya itu tetap meninggal.
Kemudian muncullah David (Justin H. Min) ke dalam frame. Seperti halnya Harriet, ia juga terluka. Dia masih belum bergerak sejak kematian orang tuanya.
Sementara adiknya memaksanya terus untuk menjual toko keluarga, David masih mempertahankan semua ini karena hanya toko inilah yang menjadi warisan keluarga. Mereka tidak tahu bahwa pertemuan itu akan mengubah hidup mereka.
Review:
Ditulis dan disutradarai oleh Ned Benson yang bertanggung jawab atas trilogi The Disappearance of Eleanor Rigby, film ini menawarkan sebuah kisah yang sangat universal.
Kita semua tahu betapa sakitnya ditinggalkan orang (atau dalam banyak kasus, binatang peliharaan kesayangan) yang kita sayangi. Kita juga tahu bahwa beberapa memori tertinggal dalam bentuk lain. Entah itu foto, bau parfum atau dalam kasus The Greatest Hits, adalah lagu.
Premis yang ditawarkan oleh Ned Benson ini sangat unik. Meskipun ini bukan sesuatu yang original tapi hampir semua penonton pasti bisa relate dengan cerita yang dia usung. Sayangnya potensi nangis darah yang ditawarkan oleh premis ini terasa agak disia-siakan.
Baca juga: The Sin: Tarian Pembangkit Orang Mati |
Keputusan Benson untuk memulai film langsung dengan fakta bahwa karakter utamanya bisa loncat waktu dan tempat ketika mendengarkan lagu tertentu memang unik. Tidak ada lagi pengenalan, kita langsung masuk ke informasi utama. Tapi karena hal ini, efek emosionalnya berkurang jauh.
Dari awal film dibuka, Harriet sudah menangisi Max. Penonton tidak pernah melihat hubungan mereka sebelum Harriet berduka. Kita hanya diberi cuplikan momen-momen bahagia yang singkat. Absennya pengenalan ini berpengaruh besar terhadap respons saya terhadap berdukanya Harriet.
![]() |
Sebagai penonton saya tidak pernah merasakan betapa pentingnya hubungan ini sehingga saya kurang begitu merasakan kehilangan Harriet. Bandingkan dengan film Richard Curtis, About Time, yang memiliki premis yang mirip.
Curtis memeras emosi penonton dengan menunjukkan berbagai variasi hubungan karakter utamanya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Hasilnya, sebelum film selesai saya sudah menangis tersedu-sedu.
Penggunaan musik sebagai pondasi storytelling memang bukan barang baru dalam film. Digunakan dengan tepat, ia bisa menjadi monumental (contoh: High Fidelity).
Salah digunakan, rasanya akan seperti melihat pembuat film yang sedang pamer bahwa pilihan musiknya keren. Dalam The Greatest Hits, sekali lagi karena minimnya pengenalan karakter dan hubungan keduanya, saya merasa bahwa musik-musik yang ditawarkan tidak memberikan sesuatu yang baru.
Detil-detil lain seperti passion utama karakter utamanya sampai kaos-kaos musik atau name drop musisi-musisi yang diucapkan karakter-karakternya pada akhirnya juga terasa seperti hiasan. Mereka tidak memiliki nyawa yang kuat untuk membuat film ini menjadi lebih berarti.
![]() |
Meskipun begitu, The Greatest Hits tetap film yang berhasil membuat saya merasakan sesuatu. Kalau pun hubungan Max dan Harriet tidak membuat saya bergerak, film ini berhasil memberikan gambaran pertemanan yang asyik. Hubungan antara Harriet dan Morris adalah salah satu highlight yang menyenangkan.
Melihat seorang teman yang setia menemani kita, bahkan kalau kita sudah melakukan hal-hal bodoh, ternyata comforting. Film ini mungkin tidak berhasil untuk membuat saya tersentuh tapi setidaknya, seperti lagu pop yang diputar di radio, ia membuat saya tetap terhibur.
Genre | Drama |
Runtime | 94 minute |
Release Date | 5 April 2024 |
Production Co. | Groundswell Productions Flying Point Productions |
Director | Ned Benson |
Writer | Ned Benson |
Cast | Lucy Boynton as Harriet Justin H Min as David David Corenswet as Max |