Speak No Evil: Dongeng Untuk Orang Yang Nggak Enakan

Sinopsis:

Dalam versi Hollywood ini, karakter protagonisnya adalah Louise (Mackenzie Davis) and Ben (Scoot McNairy), pasangan yang tahu bahwa hubungan mereka ada di ujung tanduk.

Masalah mereka bercampur-campur, termasuk soal anak mereka Agnes (Alix West Lefler), yang mempunyai hubungan yang tidak sehat dengan mainannya.

Selama liburan di Italia, Louise dan Ben bertemu dengan keluarga yang harmonis. Mereka adakah Paddy (James McAvoy) and Ciara (Aisling Franciosi). Mereka mempunyai anak bernama Ant (Dan Hough) yang lahir dengan lidah kependekan sehingga ia tidak bisa berbicara.

Saat Paddy dan Ciara mengundang Louise dan Ben untuk mengunjungi rumah mereka di pedesaan, mereka langsung menerima undangan ini. Mungkin udara segar akan mengubah perspektif mereka dalam menghadapi masalah.

Mungkin dengan liburan, mereka bisa memperbaiki masalah mereka. Louise, Ben dan Agnes pun berangkat ke rumah Paddy dan Ciara. Mereka tidak tahu bahwa ini adalah awal dari serangkaian mimpi buruk yang akan membuat mereka kapok.

Review:

Speak No Evil versi aslinya, disutradarai oleh Christian Tafdrup, adalah salah satu film yang berhasil membuat saya merasa tidak nyaman bahkan lama setelah saya menonton filmnya. Film tersebut berhasil menciptakan ketidaknyamanan dan ketegangan yang apik sehingga saya tidak heran jika Hollywood ingin memilikinya.

Cuplikan adegan dalam film Speak No Evil. Foto: Dok. Blumhouse

Dengan ending yang begitu spektakuler (sangat menyedihkan), Speak No Evil bisa jadi adalah salah satu horor modern yang akan berumur panjang. Apakah versi Hollywoodnya bisa menandingi versi aslinya?

Bukan hal baru jika Hollywood mempunyai kecenderungan untuk merusak film yang bagus dengan membuat remake yang tidak perlu. Dalam kasus Speak No Evil, saya merasa agak optimis karena keterlibatan James Watkins.

Bagi kamu pecinta genre horor, nama James Watkins mungkin terdengar tidak asing. Ia adalah orang yang bertanggung jawab atas Eden Lake, salah satu horor yang berhasil membuat banyak penonton trauma. Mungkin tangan dinginnya bisa mengubah persepsi penonton soal remake Hollywood.

Jawabannya ternyata "iya". Speak No Evil mungkin tidak bisa menyamai versi aslinya (terutama keputusan mereka soal penggantian ending) tapi meskipun begitu, versi terbaru ini tetap menantang. Watkins berhasil membuat suasana tidak nyaman yang mirip dengan versi aslinya.

Ia begitu mahir dalam mengatur ketegangan. Dan salah satu faktor yang mendukungnya untuk melakukan ini adalah pemilihan aktor-aktornya yang paten.

Davis dan McNairy, yang pernah bekerja sama dalam serial Halt and Catch Fire, tahu bagaimana menjadi perwakilan mata penonton. Franciosi sebagai antagonis mempunyai kemampuan yang menakjubkan untuk terlihat hangat tapi kemudian meledak di saat yang mengejutkan.

Cuplikan adegan dalam film Speak No Evil. Foto: Dok. Blumhouse

James McAvoy sementara itu, lebih dari kompeten untuk membuat penonton dan karakter utamanya meringis ketakutan. Setelah Split yang menunjukkan dengan jelas bahwa ia adalah aktor yang mempunyai range akting yang luas, di sini McAvoy mendapatkan kesempatan untuk tampil gila.

Ia tahu bagaimana mengontrol emosinya. Binatang buas di dalam karakternya bisa muncul sewaktu-waktu dan itu yang membuat Speak No Evil terasa begitu berbahaya.

Keputusan versi Watkins untuk mengubah konklusinya sebenarnya bukan tanpa alasan. Banyak penonton yang mungkin akan kapok menonton Speak No Evil lagi karena endingnya yang terlalu gelap. Tapi mungkin justru itu yang membuat Speak No Evil versi asli begitu menghentak.

Penggambarannya soal kejahatan terasa begitu menghantui karena kejahatan tidak pandang bulu. Kadang kesopanan kita, keengganan kita untuk terlibat di dalam konflik justru yang membawa kita ke neraka.

Cuplikan adegan dalam film Speak No Evil. Foto: Dok. Blumhouse

Speak No Evil berakhir dengan sekuens yang mendebarkan. Dipersembahkan dengan editing yang mantap, film ini akan membuat semua penonton mana pun puas melihat katarsis yang hadir di layar.

Sayangnya, di bagian ini Speak No Evil kehilangan hal yang membuatnya unik. Ia akhirnya berakhir menjadi horor yang gampang ditebak. Mendebarkan dan tetap seru, tapi terasa generik.