Pihak Melani Mecimapro Tolak Dakwaan Penggelapan: Ini Perkara Perdata

Muhammad Ahsan Nurrijal
|
detikPop
Terdakwa Fransiska Dwi Melani (Melani Mecimapro) usai sidang perdana kasus dugaan penggelapan dana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (2/12/2025)
(Foto: Muhammad Ahsan Nurrijal/detikcom) Fransiska Dwi Melani (Melani Mecimapro) usai sidang perdana kasus dugaan penggelapan dana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (2/12/2025).
Jakarta - Setelah Direktur PT Melania Citra Permata (Mecimapro), Fransiska Dwi Meilani alias Melani, didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tindak pidana Penggelapan dana/atau Penipuan terkait dana proyek konser TWICE sebesar Rp 10 Miliar, pihak kuasa hukum langsung memberikan tanggapan.

Ardi Wira, menegaskan kasus ini murni sengketa perdata yang seharusnya diselesaikan di luar ranah pidana.

Dalam dakwaannya JPU menyebut dana Rp 10 Miliar dari PT Media Inspirasi Bangsa (MIB) tidak dikembalikan, meskipun konser berhasil meraup pendapatan kotor hingga mencapai Rp 35 Miliar. Namun, menurut tim kuasa hukum Melani, inti permasalahan ini adalah murni perselisihan kontrak.

Kasus disebut bermula dari adanya Surat Perjanjian Kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak untuk proyek konser. Oleh karena itu, semua pihak harus tunduk pada isi perjanjian tersebut.

"Dalam hal ini, sesuatu yang berawal dari perjanjian, harusnya semua tunduk dan patuh pada perjanjian, bukan proses pidana," kata Ardi Wira saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (2/12/2025).

Bahkan, kuasa hukum Melani secara terang-terangan menuduh adanya upaya yang disengaja untuk mempidanakan sengketa perdata ini. Menurutnya, tindakan ini merusak citra kliennya dan kegiatan bisnis promotor konser yang sedang berjalan.

"Kami tim penasihat hukum menilai memang adanya 'akal-akalan' daripada proses perdata dialihkan menjadi proses pidana," beber Ardi Wira.

Ia menambahkan perjanjian antara Mecimapro dan PT MIB sudah mengatur mekanisme penyelesaian sengketa, yaitu melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam ranah keperdataan. Klaim pemutusan perjanjian sepihak oleh pelapor tidak serta merta membuat kesepakatan tersebut batal demi hukum.

"Kalau membantah, dari awal kita jelaskan bahwa ini adalah sebuah perjanjian yang harus tunduk dalam perjanjian. Karena semua jelas dalam perjanjian ini, apapun itu [sengketanya] untuk pada sebuah pengadilan keperdataan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang sudah disepakati," terang Ardi Wira.

Tim kuasa hukum juga menilai pengalihan kasus ini ke ranah pidana berpotensi merusak reputasi Fransiska Dwi Meilani sebagai promotor konser K-Pop serta mengganggu operasional perusahaan yang masih berjalan.

"Akal-akalan ini menjadi merusak nama baik daripada klien kami, yang notabene adalah sebuah promotor sebuah konser K-Pop, dan merusak nama baik perusahaan maupun kegiatan-kegiatan yang sedang beroperasional," ujar Ardi Wira.

Sebagai respons atas dakwaan tersebut, Ardi Wira menyatakan timnya mengajukan Eksepsi atau Nota Keberatan. Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan Eksepsi dijadwalkan pada tanggal 9 Desember 2025.

Selain itu, mereka juga mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan kondisi kesehatan klien yang kurang baik.

(ahs/aay)




TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO