Di balik ramainya pembahasan soal drama Korea di Indonesia, ternyata industri filmnya lagi krisis keuangan guys. Presiden sampai turun tangan membahas masalah ini.
Dilansir dari The Korea Times pada Jumat (17/10/2025), Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Chae Hwi Young menyampaikan hal ini dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Lee Jae Myung.
Dalam rapat tersebut dibahas bagaimana tantangan berat yang dihadapi produksi budaya populer Korea saat ini, terutama film bioskop. Dari semua sektor K-content, film bioskop jadi yang paling kena imbas.
Menteri menyoroti bagaimana industri film komersial yang sebelumnya mencapai 60 judul per tahun anjlok menjadi hanya sepertiganya pada 2025. Udah gitu gak ada film tahun ini yang bisa tembus 10 juta penonton.
DJ ENM, distributor sekaligus rumah produksi film yang biasanya muncul dengan judul-judul populer dan laris secara komersial, tahun ini cuma bisa bikin 1 film yang mereka biayai sendiri.
Presiden dan jajaran yang fokus di budaya populer mulai khawatir guys. Mereka juga cari jalan keluar buat permasalahan ini.
"K-culture bukan sekadar fenomena budaya. Ini adalah mesin utama ekonomi kita dan sumber pertumbuhan masa depan. Namun, kondisi lapangan produksi K-culture menunjukkan krisis besar tanpa jalan keluar yang jelas. Dana darurat pemerintah sangat dibutuhkan sebagai katalis pemulihan. Uang harus mulai berputar terlebih dahulu," kata Chae Hwi Young dalam rapat.
Terpuruknya bioskop Korea
Chae Hwi Young menjelaskan akar masalah terpuruknya film yang tayang di bioskop Korea Selatan. Salah satu penyebab utamanya adalah platform streaming global seperti Netflix.
Eksistensi Netflix di Korea Selatan lewat produksi originalnya yang mendunia ternyata malah bikin industri film lokal jatuh. Bioskop jadi makin sulit buat menarik penonton beli tiket, berujung gak ada lagi film yang tembus 10 juta penonton.
Selain itu, penurunan pemasukan dari box office juga bikin investasi berkurang, jumlah produksi menurun, berujung ekosistem industri gak stabil.
Nah, Kementerian Kebudayaan berencana mengurangi risiko investasi. Pemerintah Korsel juga akan menaikkan tingkat loss provision (cadangan kerugian) dari 15 persen menjadi 20 persen dan mengurangi porsi keuntungan pemerintah. Dengan begitu, porsi keuntungan sektor swasta akan meningkat dari 30 persen menjadi 40 persen.
Kreativitas para sineas dalam menciptakan karya baru juga jadi sorotan. Seorang pakar yang menolak disebut namanya bilang, industri film Korea harus gak lagi bergantung pada satu judul film yang sudah sukses, kemudian di-milking terus kayak The Roundup. Katanya, bergantung pada satu IP bikin industri film malah lemah.
"Selain bantuan finansial dari pemerintah, industri juga perlu melakukan berbagai upaya baru," ujarnya.
(aay/dar)