Cerita Eka Kurniawan Vakum 8 Tahun hingga Novel yang Disebut Tipis

Bukan sembarang hiatus, di tengah periode itu dia tetap menerbitkan karya tapi ada yang kumpulan cerpen dan esai di surat kabar nasional. Eka tetap menulis, namun buat Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong jadi novel fiksinya usai 8 tahun.
Eka mengatakan profesinya sebagai penulis yang (tentu saja) buat dirinya harus menulis buku.
"Seringkali ditanya kapannya itu, biasanya kalau buku sudah selesai, saya merasa sebagai penulis 'kapan ya buku itu selesai'. Sampai sekarang saya belum bisa menebaknya, kebetulan novel ini dalam tanda petik agak selesai akhir tahun kemarin," katanya saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2024).
Setelah naskah rampung di akhir 2023, Eka masih otak-atik lagi sampai 4 bulan lagi. "Sampai terbit di bulan Agustus ini," sambungnya.
Pada 2021, Eka menerbitkan buku kumcer Sumur (2021), kumpulan esai Tragedi Komediku (2023), dan beberapa skenario film. Pada 2016, dia terpilih sebagai penulis Indonesia pertama yang dinominasikan untuk Man Booker International Prize.
![]() |
Di tengah prestasi itulah, naskah Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong itulah digarapnya. Tak disangka novelnya kali ini sejumlah 133 halaman, atau bisa dibilang lebih 'ringan' ketimbang Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau maupun O.
Novel Disebut 'Ketipisan'
Sembari bercanda, ia juga kerap ditanya pembaca 'mengapa novelnya tipis', 'kenapa novelnya tidak tebal seperti biasanya', dan segala pertanyaan lainnya.
Menurut Eka, sebenarnya dia tak terlalu peduli sepanjang atau sependek apa sebuah karya. "Sejadinya saja," katanya menjawab pertanyaan redaksi detikpop.
"Kadang-kadang ketika orang baca Cantik Itu Luka dibilang wah lama banget, ketika nulis lebih pendek, wah tipis banget. Se-slay itu aja lah," sambungnya tertawa.
![]() |
Eka juga cerita ketika merilis kumcer Sumur yang nggak terlalu pendek tapi nggak panjang juga disebut sebagai buku nanggung. "Selesai segitu, ya sudah," katanya.
Buat novel terbarunya, awalnya Eka sempat terpikir ketika selesai menulis. Apakah halamannya terlalu sedikit, atau sudah cukup ya, tapi akhirnya ia bersikukuh jika mempanjangkan cerita jadi terlalu banyak pengulangan.
"Sebenarnya buat menyakinkan diri saya, saya baca novel pendek orang lain. Buku karya penulis Indonesia dan internasional, ada The Old Man and The Sea, Animal Farm George Orwell, dan orang lain juga bikin novel dan tipis juga. Ya, orang lain juga melakukannya," katanya.
Hal yang sama juga ditimpali oleh Editor Senior bagian Sastra GPU, Mirna Yulistianti. "Ketika banyak pembaca yang nanya 'Kok tipis'? Apakah itu keunikan pembaca Indonesia. Tebal atau tipis menurutku, bukan hal yang signifikan dalam karya-karya Mas Eka, yang penting isi yang mau disampaikan. Kalau berpanjang-panjang banyak yang mubazir dan melantur ceritanya," pungkas Eka.
(tia/wes)