Obituari
Selamat Jalan Seniman 3 Zaman, Amrus Natalsya...

Kepergian Amrus Natalsya dibenarkan oleh putranya dari pernikahan dengan Sulastri, Dida Natalsya atau akrab disapa Jagoeng.
"Bapak sudah usia juga, sudah payah (secara fisik). Ada komplikasi juga, ada masalah di lambung sampai sudah berlobang," ungkapnya ketika dihubungi detikcom, Kamis (1/2/2024).
Awalnya, almarhum Amrus Natalsya dirawat di Sukabumi. Tapi jenazahnya sudah dimakamkan di TPU Kampung Sampora, Cibinong, Jawa Barat, siang ini. "Teman-teman seniman sudah datang sejak semalam," jelasnya.
Sepanjang karier sebagai seniman, Jagoeng menceritakan bapaknya sebagai sosok yang semangat dalam berkarya. Dalam setiap zaman ketika era Orde Lama, Orde Baru hingga Reformasi, Amrus Natalsya tetap konsisten berkarya yang sarat dengan kritikan kondisi sosial-politik/
"Saya menangkap bapak sebagai seorang seniman tulen. Semangat berkarya tidak kendor, berubah ke zaman yang satu tetap konsisten. Yang sebetulnya bisa dicontohlah, sebagai pekerja seni," kata Jagoeng.
Setiap seniman yang pernah mengenal karya-karya anggota Sanggar Bumi Tarung, kata dia, punya ciri khas dan semangatnya masing-masing.
![]() |
"Bapak masih tetap semangat dengan ceritanya sendiri dan tidak berubah. Tetap Banyak yang ceritakan dan sampaikan kepada kami, semangat berkarya itulah yang tetap memantik saya, cukup meneladani kami. Mudah-mudahan semangat itulah bisa tertular kepada seniman muda," kata Jagoeng.
Dia menceritakan salah satu lukisan terakhir Amrus Natalsya lebih kepada simbol kebahagiaan keluarga.
"Skup-nya kecil tapi makna-nya lebih intens dengan simbol yang dipergunakan. mengarah kepada peacefull, semua ke perjalanan damai," terangnya.
Amrus Natalsya lahir pada 21 Oktober 1993 di Medan, Sumatera Utara. Pada 1954, ia memulai pendidikan seni di ASRI Yogyakarta dan sepanjang kariernya dikenal dengan gaya unik yang menggabungkan teknik memahat sekaligus patung dengan elemen khas Batak.
Pada 1955, patung hasil karya pertama Amrus yang berjudul 'Orang Buta yang Terlupakan' dibeli oleh Presiden Soekarno ketika dipamerkan dalam "LUSTRUM Pertama Asri" di Sono Budoyo, Yogyakarta. Presiden Soekarno juga mengoleksi karya Amrus lainnya yang berjudul "Kawan-kawanku".
Keterlibatan Amrus Natalsya di Sanggar Bumi Tarung membuatnya terafiliasi dengan PKI di masa tersebut. Dia menjadi tahanan politik pada periode 1968-1973. Setelah Reformasi di 1998, Amrus mendapatkan kebebasan kembali dan mulai aktif dalam berkarya.
Pada 2008, Amrus bersama dengan beberapa seniman yang sebelumnya aktif di Sanggar Bumi Tarung mengadakan Pameran Seni Rupa ke-2 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Pameran ini menjadi momen penting dalam mengangkat kembali karya-karya mereka dan menunjukkan eksistensi mereka setelah melalui masa kesulitan.
(tia/dar)