Di tengah minimnya perlindungan hukum negara, keberadaan Lutung Kutai atau Presbytis canicrus justru bertahan berkat penjagaan masyarakat adat Wehea, salah satu suku dayak yang ada di Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim). Meski secara global berstatus Endangered (terancam), satwa ini belum masuk daftar satwa yang dilindungi di Indonesia.
Lutung Kutai juga dikenal dengan julukan "Lutung Drakula" karena warna putih keabuannya yang mencolok di bagian leher hingga dada. Nama ini diberikan oleh salah seorang jurnalis senior konservasi Kaltim, Awaluddin Jalil, yang pernah mengikuti survei satwa ini di Hutan Lindung Wehea karena terlihat seperti memakai jubah.
Primata ini sempat tidak terlihat selama bertahun-tahun dan hampir dinyatakan punah. Sebagian pakar menduga hilangnya lutung Kutai di masa lalu dipicu kebakaran hutan. Luas sebarannya yang kecil membuat spesies ini sangat rentan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penemuan kembali terjadi pada 2019 di Hutan Lindung Wehea melalui kamera trap, disusul laporan keberadaan di Taman Nasional Kutai dan area lain dalam bentang alam Wehea-Kelay. Kawasan bentang alam Wehea-Kelay masih menjadi kantong habitat paling aman, termasuk beberapa area perusahaan yang menjaga kawasan High Conservation Value (HCV).
Spesialis Spesies Terancam Punah Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), M Arif Rifqi, menyebut temuan ini sangat penting mengingat sedikitnya pengetahuan tentang satwa tersebut.
"Sebaran lutung Kutai itu hanya ada di tiga lokasi di dunia, salah satunya di hutan Wehea. Perjumpaan langsung sangat jarang, yang banyak justru dari kamera trap," jelas Arif saat ditemui detikKalimantan, Jumat (5/12/2025).
Disebutkan, Lutung Kutai sempat masuk dalam sub spesies dari Lutung Banggat atau Presbytis Hosei. Namun pada 2014 Lutung Kutai terpisah dari sub spesies tersebut karena ditemukan fakta lainnya jika secara ciri dan persebarannya berbeda.
"Di hutan Wehea sudah mendata, hanya tidak tahu kalau jenis ini spesial. Kalau jenis primata lain masih bisa diteliti, tapi ini belum. Di masuk 1.3 karena endangered, jenis yang tidak kita ketahui, khawatirnya statusnya lebih terancam dari yang kita perkirakan," ungkapnya.
Arif mengatakan, meskipun populasinya sangat kecil, Lutung Kutai belum dimasukkan ke daftar satwa dilindungi. Diduga, regulasi pada 2018 belum memperbarui informasi taksonomi terbaru sehingga spesies ini terlewat.
"Mungkin pada saat penyusunan P20 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi tidak mendapatkan sains yang memadai. Sehingga dia tidak update terhadap konferensi primata sehingga tak masuk," pungkasnya.
Konservasi Adat Wehea, Penjaga Terakhir
Manajer Kemitraan Program Terestrial YKAN, Edy Sudiono, menuturkan bahwa bertahannya Lutung Kutai tidak lepas dari pengelolaan adat Suku Dayak Wehea sejak 2004. Ini membuktikan pentingnya konservasi berbasis adat.
"Bahwa hutan lindung Wehea, sebetulnya inisiatif awal itu belajar dari pengelolaan hutan lindung di mana-mana yang banyak konflik, banyak klaim, dan banyak illegal logging. Dari sini kita coba bagaimana membangun satu model yang melibatkan masyarakat adat. Ini model pengelolaan berbasis adat yang banyak daerah lain ingin pelajari," kata Edy.
Ia mengatakan masyarakat adat menjadi benteng terakhir perlindungan hutan. Terutama ketika ancaman terhadap kawasan konservasi selalu ada.
"Masuk ke hutan Wehea itu dingin sekali, tajuk rapat, sungai bening. Sulit membayangkan dulunya ini kawasan bekas logging. Semua kawasan hutan memang tentunya ada ancaman dan tantangan, maka itu masyarakat adat sebagai benteng terakhir dalam pengelolaan hutan, kita harus tetap dampingi, kita kembangkan untuk menjaga hutan lindung Wehea ini supaya tidak ada gangguan," tegasnya.
Penemuan kembali Lutung Kutai menggarisbawahi peran besar kearifan lokal dalam menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Di saat perlindungan negara belum mencakup spesies ini, masyarakat adat Wehea justru menjadi pihak yang paling efektif mempertahankan habitatnya.
Simak Video "Menyusuri Perjalanan ke Labuan Cermin di Berau dengan Menggunakan Perahu yang Menyenangkan "
[Gambas:Video 20detik]
(des/des)
