Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah menemukan adanya permasalahan dalam proses plangisasi atau pemberian tanda pembatas ke perusahaan sawit di Kalteng yang akan disita oleh Satgas PKH (Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan).
Direktur Eksekutif WALHI Kalteng, Bayu Herinata memaparkan bahwa timnya telah menemukan sebanyak 16 perusahaan yang telah dilakukan plangisasi. Yakni di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Seruyan.
Dari plangisasi tersebut, Bayu menjelaskan bahwa lokasi yang ada dalam SK Menhut tidak ditemukan titiknya saat dicek di lapangan. Selain itu, ada perbedaan angka luasan lahan antara yang ada di lapangan (di plang) dengan yang ada di SK Menhut No.36 tahun 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sejumlah wilayah seperti Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur plangisasi yang dilakukan oleh satgas tidak jelas lokasi dan luasan lahannya berbeda dengan SK Menhut No.36 tahun 2025," ujar Bayu pada detikKalimantan, Jumat (18/7/2025).
Bayu memaparkan setidaknya ada 127 perusahaan sawit di Kalteng yang masuk dalam daftar penertiban oleh Satgas PKH berdasarkan SK Menhut No. 36 Tahun 2025.
"Setidaknya 127 perusahaan dengan luasan kurang lebih total 849.988 hektar yang terdaftar dalam SK Menhut No 36 Tahun 2025 yang akan di tertibkan oleh Satgas PKH," terangnya.
Bayu juga menjelaskan, meskipun perusahaan sudah masuk dalam data penertiban, tetapi aktivitas perusahaan tetap berlangsung. Ia bahkan menyayangkan keputusan Satgas PKH yang turut menyegel lahan-lahan sawit milik masyarakat adat dan petani kecil.
"Penyegelan juga tidak menghentikan aktifitas perusahaan di lokasi. Kami juga menemukan bahwa lahan-lahan masyarakat adat dan petani sawit kecil yang telah lama berkonflik dengan perusahaan sawit justru ikut disegel oleh Satgas. Padahal masyarakat adalah korban dari ekspansi ilegal perusahaan," tegas Bayu.
Bayu mengkritik, menurutnya kehadiran Satgas PKH di Kalteng justru menjadi alat untuk pemutihan lahan yang berpotensi disalahgunakan.
"Penertiban Kawasan Hutan oleh PKH di Kalimantan Tengah justru mempertegas bentuk baru kejahatan struktural yang dilakukan oleh negara," terang Bayu.
Baginya, transparansi yang minim dan kurangnya keterlibatan masyarakat dapat berpotensi memunculkan konflik-konflik baru.
"Tidak adanya transparansi dan partisipasi masyarakat menyebabkan munculnya potensi konflik baru. Ini bukan penertiban, tapi pemutihan korporasi dan legalisasi kejahatan lingkungan oleh negara," ujarnya.
Bayu mengkritik posisi Satgas PKH yang seharusnya hadir untuk memastikan pemulihan hak masyarakat dan ekosistem hutan, justru terkesan ikut-ikutan menjadi pelaku kejahatan lingkungan yang terlegalisasi.
"Seharusnya negara hadir menyelesaikan konflik dan melakukan pemulihan lingkungan, bukan menjadi aktor utama pelanggar hukum dan perusakan lingkungan" pungkas Bayu.
Staff Kajian Hukum dan Kebijakan di Departemen Advokasi, Kampanye, dan Kajian, Agung Sesa dalam diskusi virtual berjudul "Penerbitan Kawasan Hutan Alat Negara Lindungi Oligarki" pada, Kamis (18/7/2025), memaparkan beberapa perusahaan yang ditemukan bermasalah dalam proses plangisasi oleh Satgas PKH.
Salah satunya terjadi di PT Mulia Agro Permai. Di PT ini, lahannya masih terjadi sengketa dengan masyarakat, tetapi sudah disita Satgas. Kemudian di PT Maju Aneka Sawit, Agung menyebut plangnya ada namun tidak ditemukan berapa jumlah luasanya
"Kemudian, Hamparan Masawit Bangun Persada 1, calon lahan plasma ada di kawasan hutan. Hukumnya belum ditegakkan, tetapi sudah disita," pungkas Agung.
(des/des)