Aktivitas PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) di Malinau, Kalimantan Utara, kembali menjadi sorotan. Perusahaan tambang ini dituding tidak hanya mencemari Daerah Aliran Sungai (DAS) Malinau, tetapi juga menyerobot lahan perkebunan warga di Desa Tanjung Nanga, Kecamatan Malinau Selatan Hulu.
Salah satu warga Tanjung Nanga bernama Novendi mengaku menjadi korban dampak aktivitas perusahaan tersebut. Dia menyebut parit pengalihan air yang dibuat PT KPUC menyebabkan longsoran tanah hingga melampaui batas lahannya.
"Parit itu bergeser terus, masuk ke lahan saya," ungkapnya kepada detikKalimantan, Selasa (13/5/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di lahan tersebut, Novendi memiliki kebun dengan tanaman buah seperti mangga, sawit, dan rambutan, serta sebuah bangunan rumah. Novendi mengaku telah berupaya bernegosiasi dengan pihak perusahaan beberapa kali, tetapi belum ada respons.
"Saya mau bicara baik-baik, tapi mereka mengambil keputusan sendiri. Cuma mau ganti material teras, untuk lahan katanya dibayar, tapi tidak jelas berapa harganya," ujarnya.
Menurutnya, parit yang dibuat perusahaan di batas lahan menyebabkan pergeseran tanah, sehingga mempengaruhi lahan miliknya seluas hampir 1 hektare.
"Mereka ukur tanpa ajak saya. Tanpa membawa pemilik ke lokasi," tegasnya.
Novendi menegaskan kepemilikan tanahnya diakui berdasarkan hukum adat yang masih berlaku di Tanjung Nanga. Ia mengelola lahan tersebut sejak 1996 atas kepercayaan mertua. Dulunya lahan ini menjadi sumber mata pencaharian utama keluarganya.
Kejadian ini sudah berlangsung sekitar satu hingga dua tahun sejak 2023. Novendi belum melaporkan kasus ini ke dinas terkait atau aparat penegak hukum karena masih berharap penyelesaian melalui negosiasi.
"Saya ingin lahan ini diurus baik-baik, agar tidak ada lagi dampak buruk dari aktivitas tambang," harapnya.
Tim detikKalimantan sudah berupaya melakukan konfirmasi kepada PT KPUC dengan mendatangi perusahaan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, PT KPUC belum memberikan pernyataan.
(des/des)