Pada Agustus 2025, usai baru dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Albertinus P Napitupulu (APN) nekat menjalankan misi jahatnya. Ia membuat sejumlah laporan palsu yang kemudian digunakan untuk memeras dinas-dinas di HSU, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Baru mengemban jabatan selama kurang lebih empat bulan, Albertinus bersama dua staf Kejari HSU lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Adapun dua orang lainnya yakni Kasi Intel Kejari HSU Asis Budianto (ASB), dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Taruna Fariadi (TAR) yang saat ini melarikan diri.
"Setelah ditemukan kecukupan alat bukti KPK menetapkan 3 orang tersangka sebagai berikut, saudara APN selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025 sampai sekarang," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dikutip dari detikNews.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, ASB selaku Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara dan saudara TAR selaku kepala Seksi Datun Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara," imbuhnya.
Diketahui, Albertinus baru memegang amanah sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025. Namun, tiga bulan setelahnya, Albertinus terbukti melakukan pemerasan hingga terkena OTT di bulan ini.
Total uang hasil pemerasan yang dilakukan Albertinus mencapai Rp 804 juta. Asep menjelaskan bahwa uang yang diterima Albertinus diberikan melalui perantara yakni tersangka Asis dan Taruna.
"APN diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta, secara langsung maupun melalui perantara, yakni saudara ASB selaku Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari HSU dan saudara TAR selaku Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari HSU serta pihak lainnya," terang Asep.
"Bahwa penerimaan uang tersebut, berasal dari dugaan tindak pemerasan APN kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)," lanjut Asep.
Setelah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara pada Agustus 2025, Albertinus diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta rupiah. Asep menyebut uang itu diterima secara langsung maupun melalui perantara yakni Asis dan Taruna, serta pihak lainnya.
"Dalam kurun waktu November sampai Desember 2025, dari permintaan tersebut APN diduga menerima aliran uang sebesar 804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara. Melalui perantara saudara TAR yaitu penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp 270 juta dan Saudara EVN selalu Direktur RSUD Hulu Sungai Utara sebesar Rp 255 juta," tutur dia.
"Melalui perantara ASB selaku Kasi Intel, yaitu penerimaan dari YND selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp 149,3 juta," terang Asep.
Asep mengatakan, Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sebesar Rp 450 juta. Penerima tersebut diduga dari sejumlah pihak, salah satunya dari Kadis PU serta Sekretaris Dewan DPRD.
Baca juga: 4 Bulan Karir Kajari HSU Berakhir di Sel KPK |
Modus yang dilakukan Albertinus adalah dengan mengancam para Kadis menggunakan laporan masyarakat palsu. Albertinus menakut-nakuti para Kadis sampai benar-benar mereka merasa ketakutan. Pada akhirnya, para Kadis pun memberikan uang kepada Albertinus agar ancaman proses hukum tidak dilaksanakan.
"Permintaan tersebut disertai dengan ancaman yaitu dengan modus bahwa agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak akan ditindaklanjuti proses hukumnya," kata Asep.
Jika tidak memberikan sesuatu, maka laporan tersebut akan ditindak lanjuti. Untuk itulah maka kepala SKPD tersebut memberikan sejumlah uang sesuai dengan yang diminta oleh Albertinus.
"Ancaman-ancaman itu adalah hanya sebagai modus. Karena berdasarkan keterangan dari para kepala SKPD, tidak ada perkara atau pengadaan yang sedang ditangani di situ," kata Asep.
"Jadi ada dibuat, seolah-olah ada laporan. Kemudian ditindak lanjuti laporannya, bahwa ada permasalahan di SKPD tersebut, kemudian dihubungi lah kepala SKPD-nya, seperti itu modusnya ya," ungkapnya.
KPK mengamankan Kajari Hulu Sungai Utara (HSU) dalam OTT di Kalimantan Selatan pada 19 Desember 2025 lalu. KPK langsung menahan para tersangka. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan.
"KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 2 hari pertama sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai 8 Januari 2026," kata dia.
Asep juga mengungkap pasal yang disangkakan kepada para tersangka. Mereka disangkakan pasal pemerasan.
"Atas perbuatannya para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e, pasal 12 huruf f, UU Nomor 31 tahun '99 sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2002 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, juncto pasal 64 KUHP," ucap dia.
(aau/aau)
