Uang senilai Rp 11,8 triliun disita Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dalam kasus korupsi crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Namun, tumpukan uang tunai pecahan Rp 100 ribu yang ditampilkan dalam konferensi pers Selasa (17/6) ternyata belum mencakup seluruh uang sitaan. Hanya Rp 2 triliun yang ditunjukkan Kejagung.
Hal itu diungkapkan Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI Sutikno. Mengutip detikNews, Sutikno mengungkapkan bahwa Kejagung hanya menampilkan sebagian uang saja dari total sitaan Rp 11,8 triliun. Itu pun jumlahnya sudah cukup mencengangkan.
"Yang kita lihat sekarang ini, di sekeliling kita ini ada uang, ini total semuanya nilainya Rp 2 triliun. Uang ini merupakan bagian dari uang yang tadi kita sebutkan, Rp 11.880.351.802.619," jelas Sutikno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejagung mengelompokkan pecahan Rp 100 ribu itu dalam plastik, masing-masing senilai Rp 1 miliar. Ribuan plastik itu ditampilkan di ruangan konferensi pers Kejagung. Tumpukannya menyerupai panggung.
Sutikno menjelaskan kasus korupsi persetujuan ekspor CPO minyak kelapa sawit periode 2021-2022 ini menjerat sejumlah korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group. Adapun lima korporasi yang terlibat yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
"Bahwa dalam perkembangannya, kelima terdakwa korporasi tersebut beberapa saat yang lalu mengembalikan sejumlah uang kerugian negara yang ditimbulkan. Total seluruhnya seperti kerugian yang telah terjadi, yaitu Rp 11,8 triliun," katanya.
Sutikno merinci uang yang disita dari masing-masing perusahaan itu hingga terkumpul total yang sama-sama diketahui saat ini. Berikut rinciannya.
- PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp 3.997.042.917.832.42
- PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp 39.756.429.964.94
- PT Sinar Alam Permai sebesar Rp 483.961.045.417.33
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp 57.303.038.077.64
- PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp 7.302.288.371.326.78
Penyidik menyimpan belasan triliun rupiah itu pada rekening penampungan Kejaksaan Agung (Bank Mandiri). Sutikno memastikan penyitaan sudah atas izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Penyitaan tersebut dilakukan pada tingkat penuntutan dengan mendasarkan ketentuan Pasal 39 Ayat 1 huruf A juncto Pasal 38 Ayat 1 KUHAP untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi," paparnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Harli Siregar mengatakan penyitaan uang Rp 11,8 triliun ini menjadi yang terbesar sepanjang sejarah penanganan kasus korupsi oleh Kejagung.
"Yang pertama bahwa untuk kesekian kali kita melakukan release press conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar dan barangkali merupakan press conference terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya, ini yang paling besar," ujar Harli.
Untuk diketahui, Kejagung telah menjerat tiga grup korporasi terkait kasus ini, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Kasus korupsi ekspor CPO ini merupakan hasil pengembangan terhadap proses hukum di kasus korupsi minyak goreng dengan lima terdakwa perorangan.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai para pelaku telah merugikan keuangan negara hingga Rp 6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp 12,3 triliun.
PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis lepas kepada para terdakwa. Kejagung telah mengajukan permohonan kasasi terhadap vonis lepas itu ke Mahkamah Agung dan saat ini sedang berproses.
(des/des)