Mantan Mendikdbudristek Nadiem Makarim buka suara soal kasus pengadaan laptop senilai Rp 9,9 trililun di masa kepemimpinannya. Dikutip dari detikNews, dia mengklaim telah mendapatkan pendampingan berbagai instansi, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
"Ketepatan terhadap regulasi itu menjadi prinsip dasar dalam proses pengadaan ini. Pengadaan ini menggunakan jalur yang paling mengurangi potensi konflik kepentingan dengan adanya pendampingan dari berbagai instansi," kata Nadiem dalam acara Konferensi Pers Mendikbudristek Periode 2019-2024 di The Dharmawangsa Jakarta, Jalan Brawijaya Raya No 26 Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).
"Kemendikbduristek tidak punya kewenangan untuk menentukan harga maupun mengkurasi daftar penyedia produk. Inilah asas transparansi dan meminimalisir konflik kepentingan menjadi prioritas utama kita di proses pengadaan ini," kata dia lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nadiem menyebut juga mengundang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit. Sementara Jamdatun mendampingi agar prosesnya berjalan sesuai regulasi.
"Kami (Kemendikbudristek) mengundang Jamdatun, mengundang kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini agar proses terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi," bebernya.
Ia mengatakan Kemendikbudristek juga berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memastikan tidak ada unsur monopoli dalam proses pengadaan laptop Chromebook.
"Jadi sudah berbagai macam jalur yang ditempuh untuk memastikan bahwa pengadaan sebesar ini, yang memang selalu kami mengetahui dari awal pasti ada resikonya, (sehingga) dikawal berbagai instansi," jelas Nadiem.
Kejagung Meluruskan
Kejagung pun meluruskan klaim Nadiem yang mendapat pendampingan Jamdatun. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan memang benar pihaknya memberikan pendampingan, namun pendampingan hanya terbatas dalam memberi rekomendasi hukum terkait proyek pengadaan laptop itu.
"Rekomendasi yang diberikan jajaran Jaksa Pengacara Negara (JPN) supaya pengadaan chromebook ini dilaksanakan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan," kata Harli kepada wartawan di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).
Harli menyebut pelaksanaan rekomendasi JPN itu tergantung pada keputusan lembaga yang meminta atau memohon pendampingan, dalam hal ini Kemendikbudristek.
"Jadi pendampingan yang dimaksud adalah memberikan pendapat hukum. Dan itu sudah dinyatakan bahwa supaya dalam pelaksanaan pengadaan chromebook harus dilakukan melalui mekanisme hukum yang benar," jelas Harli.
Berdasarkan proses penyidikan, Harli mengatakan bahwa rekomendasi dari tim teknis, pengadaan laptop seharusnya ditujukan dengan sistem operasi Windows. Namun realisasinya justru diubah menjadi sistem Chromebook.
"Sejak awal kan kita sudah sampaikan bahwa terkait dengan kasus posisi pengadaan chromebook ini, dari tim teknis di awal merekomendasikan supaya ini lebih kepada pemanfaatan sistem Windows. Tetapi ini diubah menjadi pengadaannya dengan sistem chromebook," terang Harli.
"Jajaran Jamdatun melihat bahwa supaya ini dilakukan melalui mekanisme hukum yang benar, dengan melakukan perbandingan-perbandingan antara berbagai produk. Bahwa dilaksanakan atau tidak, inilah yang tentunya bagian dari penyidikan ini," lanjutnya.
(bai/bai)