Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkit banyaknya proyek yang mangkrak di masa peralihan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko Widodo (Jokowi). Hal itu disampaikan dalam acara Solo Investment Forum 2025.
Awalnya Luhut bicara soal digitalisasi government yang saat ini sedang dikerjakan. Dengan adanya digitalisasi itu diharapkan bisa mengurangi korupsi. Kemudian Luhut mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih kuat di antara negara lain seperti Thailand.
Luhut lalu menyinggung bahwa pemerintah tidak bisa menyelesaikan proyek dalam sekali jalan. Ia lalu menyebut saat perpindahan era SBY ke Jokowi pada tahun 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi kalau kita lebih detail,mengerjakannya lebih kompak, tidak saling menyalahkan. Tidak ada satu pemerintahan itu bisa menyelesaikan satu proyek dalam sekali jalan," kata Luhut di Hotel Swiss Bell, Purwosari, Kota Solo, Jumat (12/12/2025).
"Waktu Presiden SBY kepada Presiden Pak Jokowi apa memang nggak banyak proyek yang stranded? Banyak, tapi kita enggak ngomong saja. Tidak pernah kita omongkan," ujarnya.
Mantan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) itu menyebut Jokowi pernah meminta pendapat dirinya terkait proyek yang terlantar. Luhut saat itu memberi dua opsi.
"Pak Jokowi bilang, Pak Luhut coba dilihat. Ya saya lihat, kita pelajari. Betul, Pak, tapi pilihannya dua, kita. Kita tidak teruskan jadi mangkak, kita teruskan ya tidak terlalu pas tapi selesai pak, mungkin overtime," kata Luhut.
Dirinya pun memberikan contoh yakni Bandara Kertajati yang menurutnya saat itu sudah mangkrak. Namun proyeknya tetap dilanjutkan hingga diresmikan pada 2018 di era Presiden Joko Widodo.
"Saya bisa, saya beri contoh, Kertajati. Kertajati itu sudah mangkrak, Pak. Udah mangkrak, tapi kami pergi sana lihat, oke bisa jalan, walaupun masih tentu ekstra, kita akhirnya buat tol road dari Bandung terus sampai Kertajati dan sekarang kita buat di situ ada pabrik BYD, Ini jadi agak jalan, tapi kita nggak pernah ribut gitu," bebernya.
"Orang bilang Whoosh korupsi, mark up. Urusannya, 40% itu milik investasi China, 60% kita, kalau kita mark up, ya Chinanya ikut mark up, dia dipotong lehernya dia di sana. Jadi kita nggak mikir ke situ, bahwa kita nggak berdiri sendiri, kita paham kok itu, kita nggak bisa dibodoh-bodohin China," pungkasnya.
Baca artikel selengkapnya di sini.
(bai/bai)
