Bagi banyak orang, mencari kerja bukanlah perkara mudah. Seperti yang dirasakan Jennifer Smith (46), seorang pengangguran di Amerika Serikat (AS).
Jennifer menganggur usai terkena PHK pada September 2024 dari sebuah perusahaan penyedia jasa keuangan di daerah Tampa, Florida. Hingga saat ini, Jennifer telah melamar ke lebih dari 900 pekerjaan.
Dari sekian banyak lamaran yang dikirim, Jennifer hanya dipanggil satu kali untuk wawancara kerja. Itu pun tidak mendapat tawaran kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jennifer memiliki tiga anak. Ia semakin cemas dengan kondisi keuangannya. Bahkan belum lama ini, ia harus menjual rumahnya yang memiliki lima kamar tidur dan pindah ke rumah yang lebih kecil. Ia berusaha menghemat pengeluaran dalam jangka panjang.
"Saya hanya berusaha meringankan tekanan finansial ini, dan semoga ini bisa membantu saya agar tidak merasa begitu putus asa," ujarnya dikutip dari Wall Street Journal, Senin (4/8/2025).
Pesangon dari pekerjaan lamanya cukup membantu, namun akan segera habis. Sementara itu, ia harus membayar premi yang melonjak tinggi untuk mempertahankan asuransi kesehatannya.
"Sejujurnya, saya masih terkejut dengan semua ini," sambung Jennifer.
Jumlah Pengangguran di AS
Warga AS yang sudah menganggur selama 27 minggu (hampir 7 bulan) atau lebih mencapai 1,8 juta orang. Itu merupakan level tertinggi sejak 2017, di luar lonjakan pengangguran imbas pandemi pada 2020.
Berdasarkan data Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) yang diterbitkan Jumat (1/8), pertumbuhan lapangan kerja di negara adi daya itu telah melambat selama beberapa bulan terakhir karena adanya ketidakpastian kebijakan tarif resiprokal Presiden Donald Trump dan kehati-hatian para pengusaha.
Lambatnya pertumbuhan lapangan kerja membuat rata-rata durasi warga AS dari menganggur sampai mendapatkan kerja juga meningkat dari 9,5 minggu jadi 10,2 minggu. Artinya para pengangguran ini membutuhkan lebih banyak waktu untuk bisa kerja di Negeri Paman Sam.
Masa pengangguran yang berkepanjangan menimbulkan risiko seperti menghambat pendapatan jangka panjang bagi pekerja individu, yang jika terus berlanjut akan berdampak pada daya beli masyarakat.
Baca selengkapnya di sini.
(sun/bai)