Wanita Pontianak Viral: Jadi Pemetik Buah, Gajinya Rp 300 Ribu/Jam

Internasional

Wanita Pontianak Viral: Jadi Pemetik Buah, Gajinya Rp 300 Ribu/Jam

Gresnia Arela Febriani - detikKalimantan
Jumat, 11 Jul 2025 11:00 WIB
Kisah Meri yang bekerja sebagai pemetik buah di Australia dan digaji Rp 300 Ribu/jam.
Wanita asal Pontianak, Kalimantan Barat, Merianti/Foto: Dok. Instagram @meriiwinerry.
Pontianak -

Wanita asal Pontianak, Kalimantan Barat, Merianti lagi viral di media sosial. Ia menjadi perbincangan hangat karena bergaji Rp 300 ribu/jam sebagai pemetik buah di Australia.

Dikutip Wolipop, Merianti keluar dari zona nyaman sebagai karyawan bank di Tanah Air. Ia lalu ke Australia dan selama lebih dari satu setengah tahun di sana, banyak pekerjaan yang telah dicoba.

Ia pernah bekerja sebagai pelayan di restoran, mencuci piring di dapur, hingga bekerja di gudang. Namun salah satu pekerjaan utamanya adalah menjadi pemetik dan penyortir buah di sejumlah pertanian. Pekerjaan tersebut cukup menantang, namun sebanding dengan upah yang ditawarkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dibayar Rp 300 per jam yes that's right. Halo aku Meri sebelumnya terima kasih banyak aku jadi bisa sharing tentang kehidupan aku di Australia dan juga info-info tentang dunia per WHV-an," berikut posting-an akun Instagram pribadinya, @meriiwinerry.

Kemudian di kolom komentar, wanita yang akrab disapa Meri itu menjelaskan mengenai penghasilan yang didapatnya. Ia membantah komentar warganet yang menyebut dirinya sudah mengumpulkan banyak uang dari pekerjaannya.

"Enggak ya guys, walau pun upah Australia itu $30 per jam tapi itu belum dipotong dengan pajak 15% untuk pemegang WHV, belum lagi dipotong dengan uang sewa. Uang groceries, uang kuota dan beberapa biaya lainnya. Next aku bakalan jelasin satu per satu bagaimana proses aku mendapatkan visa WHV, apa saja syaratnya? Biaya-biaya hidup di Australia dan realita bekerja di Australia sisi terang dan gelapnya," ucap Meri.

Working Holiday Visa (WHV)

Untuk diketahui, Meri bekerja sebagai pemetik buah di Australia melalui program Working Holiday Visa (WHV). Dengan sistem pembayaran mingguan atau dua mingguan, ia bisa memperoleh sekitar Rp 331.000/jam, tergantung pada jenis pekerjaan dan lokasi.

Meski pekerjaannya menguras tenaga, ia mengaku bersyukur karena bisa menabung lebih banyak, menjelajahi tempat-tempat baru, dan belajar mandiri di negeri orang. Baginya, bekerja kasar di Australia justru memberikan peluang yang selama ini sulit ia raih saat bekerja kantoran di Indonesia.

"Aku asal dari Pontianak dan sekarang sedang merantau di Australia dengan Working Holiday Visa (WHV). Aku sudah pernah bekerja jadi waiters, sortir buah, kerja di gudang, tukang cuci piring, petik apel, tomat, raspberry, sekarang lagi sorting buah jeruk. Pindah-pindah satu state ke state yang lain. Demi cari kerja buat perpanjang visa," jelasnya.

Meri mengaku pernah menganggur selama dua bulan, sampai pernah cedera serius karena bekerja, dan tidak bisa bekerja selama berminggu-minggu di Australia. Tapi ia harus tetap bayar tempat tinggal dan groceries. Kondisi tersebut membuatnya stres.

"Kebayang gak sih stressnya bagaimana, aku pernah saldo aku di bawah $10. Kalau ada yang bilang bisa Rp 1 Miliar tahun pertama, bakalan susah banget buat nabung. Tapi aku percaya setiap orang punya jalan dan keberuntungannya masing-masing," jelasnya.

Konfirmasi Wolipop

Kepada Wolipop, Meri mengatakan sebelum ke Australia, ia pernah bekerja sebagai customer service di salah satu bank di Pontianak. Meri mengaku awalnya orang tuanya kaget saat memutuskan bekerja di Australia.

"Pasti awalnya mereka kaget, karena keputusanku cukup besar dan mendadak. Tapi mereka juga mendukung dan bangga, apalagi setelah tahu aku serius menjalani prosesnya," kata Meri.

"Jadi tujuannya memang untuk bekerja sekaligus liburan. Bukan untuk studi," sambung wanita berusia 30 tahun itu.

Kisah Meri yang bekerja sebagai pemetik buah di Australia dan digaji Rp 300 Ribu/jam.Kisah Meri yang bekerja sebagai pemetik buah di Australia dan digaji Rp 300 Ribu/jam. Foto: Dok. Instagram @meriiwinerry.

Anak bungsu dari lima bersaudara itu sebelumnya kuliah jurusan manajemen di Politeknik Tonggak Equator, Pontianak, Kalimantan Barat. Ia juga mengungkapkan alasannya merantau ke Australia.

"Awalnya karena alasan ekonomi, tapi di sisi lain aku juga memang punya keinginan kuat untuk merasakan hidup di luar negeri, keluar dari zona nyaman, dan mengenal budaya serta cara hidup yang berbeda," ujar Meri.

Ketika pertama kali di Australia, Meri sempat merasa kesulitan berinteraksi dengan orang yang berasal dari berbagai negara. Tidak mudah baginya untuk bisa memahami bahasa Inggris dengan logat asing.

"Iya, kesulitan utama di awal itu soal bahasa. Ternyata saat ngobrol langsung dengan native speaker, aku cukup kesulitan memahami karena logat mereka. Tapi lama-lama terbiasa, apalagi karena harus berinteraksi dengan orang dari berbagai negara juga. Selain itu, cari kerja juga cukup menantang. Di awal sempat lama nganggur sebelum akhirnya dapat panggilan. Tapi aku terus berusaha sambil bangun relasi," tutur Meri.

Terakhir, ia menuturkan suka dan dukanya saat berada di Australia. Meri mengaku tak ada teman atau keluarga yang tinggal di sana.

"Sukanya, aku bisa merasakan hidup di tempat yang benar-benar baru, dengan budaya, suasana, dan orang-orang yang beda banget dari Indonesia. Tempat-tempatnya juga indah banget. Dukanya, tentu saat cari kerja yang nggak mudah. Kalau belum dapat kerja, itu rasanya benar-benar bikin stres karena biaya hidup di sini tinggi banget," pungkas Meri.

Baca selengkapnya di sini.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads