Janji 19 juta lapangan pekerjaan pernah disampaikan Gibran Rakabuming Raka saat masih masa kampanye Pilpres 2024. Janji tersebut kembali diungkit publik di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) serta tingginya pengangguran sepanjang awal 2025 ini. Pengamat ekonomi menilai janji 19 juta lapangan kerja itu sulit untuk ditunaikan.
Menurut catatan detikFinance, janji itu dilontarkan saat Gibran masih menjadi Calon Wakil Presiden saat Debat Pilpres keempat pada Minggu (21/1/2024). Saat itu, debat pilpres membahas tema Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup, Energi dan Sumberdaya Alam, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa.
"Jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM bisa kita kawal insyaallah akan terbuka 19 juta lapangan kerja untuk generasi muda dan kaum perempuan," ucap Gibran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran naik menjadi 7,28 juta orang per Februari 2025. Jumlah itu bertambah 83,45 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
BPS juga mencatat bertambahnya jumlah pengangguran diikuti oleh adanya tambahan angkatan kerja sebanyak 3,67 juta orang menjadi 153,05 juta orang. Dari jumlah itu, yang sudah bekerja hanya 145,77 juta orang atau bertambah 3,59 juta orang dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, sejak awal 2025 hingga bulan Mei, tercatat 26.455 orang terdampak PHK. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengatakan PHK tertinggi terjadi di wilayah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau.
Pandangan Ekonom
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat investasi berpengaruh ke penurunan angka tenaga kerja. Salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi ini justru tidak mampu menghadirkan tenaga kerja yang signifikan. Pertumbuhan ekonomi pun tidak berdampak langsung pada peningkatan tenaga kerja.
"Dahulu, 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap hingga lebih dari 400 ribuan tenaga kerja. Saat ini 1 persen ekonomi hanya menyerap 100 ribuan tenaga kerja saja. Investasi yang masuk tidak mampu meningkatkan kinerja manufaktur Indonesia. Akibatnya, kita terjadi deindustrialisasi dini," ujar Nailul, Jumat (6/6/2025).
Mengacu pada perhitungan tersebut, Nailul menakar realisasi 19 juta lowongan kerja sulit tercapai. Menurutnya, 1 persen pertumbuhan hanya menyerap 120 ribu tenaga kerja. Artinya per tahun hanya akan ada 600 ribu tenaga kerja yang terserap.
"Selama 5 tahun hanya 3 juta tenaga kerja saja. Jauh dari angka 19 juta yang disampaikan oleh Gibran. Jika pun terserap, hanya di sektor informal, yang minim perlindungan sosial," ungkapnya.
Sementara menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, masalah pada industri manufaktur menyumbang tingginya angka PHK dan berimbas pada naiknya pengangguran.
Esther mengatakan industri manufaktur banyak membutuhkan bahan baku impor. Namun, menguatnya dolar AS memicu kenaikan biaya produksi dan harga barang ikut meningkat. Saat harga barang semakin mahal, maka permintaan pasar akan menurun.
Dalam jangka panjang, beban biaya perusahaan akan meningkat, sehingga efisiensi akan menjadi jalan yang dipilih untuk mempertahankan perusahaan. Tenaga kerja menjadi salah satu bagian yang terdampak paling awal dalam efisiensi.
"Nah, sehingga itu membuat permintaan terhadap produk mereka turun, omzet mereka turun, artinya ada pengurangan ya. Pengurangan atau efisiensi yang mereka harus lakukan gitu. Nah, yang terakhir ya kalau mereka tidak bisa bertahan, ya ini akan layoff tenaga kerja besar-besaran gitu," jelasnya.
Untuk mencipta lapangan kerja baru, Esther menilai seharusnya pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dan investasi. Namun, Esther melihat pemerintah malah tidak memprioritaskan dua segmentasi tersebut dan malah menurunkan anggaran pendidikan.
"Lihat aja kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ya di mana kan kalau mau wujudkan penciptaan lapangan pekerjaan 19 juta, yang pertama adalah upgrade kualitas tingkat pendidikan. Nah sekarang anggaran pendidikan itu berkurang, terus lebih banyak direlokasi anggaran ke yang lain MBG (Makan Bergizi Gratis), Koperasi Merah Putih, tidak ada upgrade skill dari sana. Nah harusnya kan selain akses pendidikan diperluas," pungkasnya.
(des/des)