Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyoroti perubahan tren investasi di Indonesia yang semakin beralih dari padat karya ke padat modal. Pasalnya situasi tersebut berimbas langsung kepada penyerapan tenaga kerja yang semakin minim.
"Sepuluh tahun lalu, setiap Rp1 triliun investasi dapat menyerap hingga ribuan pekerja. Kini, jumlah serapannya hanya seperempat saja. Ini jelas harus menjadi perhatian," ujar Shinta usai menghadiri Konvensi Nasional ke-5 Profesional dan Usahawan Katolik (Pukat) di Samarinda pada Sabtu (10/5/2025).
Shinta menerangkan, situasi tersebut juga turut dipengaruhi oleh maraknya otomatisasi dan digitalisasi yang menggantikan tenaga kerja manusia. Meski ada penciptaan lapangan kerja baru dari investasi-investasi anyar, namun jumlahnya tak mampu menutupi kebutuhan tahunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita butuh tiga juta lapangan pekerjaan baru setiap tahun, tapi yang tersedia tak sampai segitu. Akibatnya, semakin banyak pekerja yang beralih ke sektor informal," jelasnya.
Lonjakan jumlah pekerja informal terlihat dari meningkatnya jumlah gig workers, pekerja paruh waktu, hingga mereka yang bekerja secara mandiri dari rumah.
"Pekerja informal ini tak mendapatkan perlindungan sosial yang setara dengan pekerja formal. Mereka rentan, tanpa jaminan kesehatan, tunjangan pensiun, atau perlindungan tenaga kerja lainnya," tambah Shinta.
Ia menekankan pentingnya upaya formalisasi pekerja agar mereka mendapatkan perlindungan yang memadai. "Kalau tidak ada solusi konkret, kita akan semakin banyak melihat fenomena pekerja informal ini. Padahal, keamanan kerja dan kepastian pendapatan mereka tidak sustainable," pungkasnya.
(mud/mud)