Bu Lina Kanker Payudara-Kulit: Tak Ada yang Lebih Sakit dari Ditinggal Suami

Semua Bunda Dirayakan

Bu Lina Kanker Payudara-Kulit: Tak Ada yang Lebih Sakit dari Ditinggal Suami

Ayuningtias Puji Lestari - detikKalimantan
Senin, 22 Des 2025 19:30 WIB
Herlina Iswahyudi merupakan warga Surabaya, Jawa Timur yang merantau bersama dua putrinya ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Ia merantau usai suaminya meninggal dunia.
Herlina Iswahyudi/Foto: Ayuningtias Puji Lestari/detikKalimantan
Palangka Raya -

Herlina Iswahyudi merupakan warga Surabaya, Jawa Timur yang merantau bersama dua putrinya ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Ia merantau usai suaminya meninggal dunia.

Ia yang akrab disapa Bu Lina itu kelahiran 1977 atau berusia 48 tahun. Di tengah perjuangan menghidupi anak-anaknya, ia harus kuat menjalani takdir sebagai pengidap kanker payudara.

"Kanker itu ada yang karena hormon, ada yang karena gaya hidup. Aku kenak kanker karena gaya hidup, stress, emosi yang menumpuk," ujar Bu Lina kepada detikKalimantan, Senin (22/12/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Flashback Saat Merantau ke Palangka Raya

Kepergian suaminya pada 2009 menjadi tragedi yang menyesakkan bagi Lina dan keluarga. Bagi Lina, suaminya merupakan sosok yang baik dan nyaris sempurna.

Menurut Lina, suaminya tak hanya menjadi kepala rumah tangga, tetapi bisa menjadi teman bahkan kakak. Dalam situasi yang getir itu, ia teringat kata-kata suaminya kala masih hidup. Suaminya pernah memiliki keinginan untuk pergi ke Kota Palangka Raya.

"Entah kenapa tiba-tiba almarhum suami pernah bilang kapan-kapan kita ke Palangka Raya yok! Padahal kami belum pernah keluar dari Jawa. Kami bukan orang yang suka merantau," ujar Lina mengenang ucapan mendiang suaminya.

Dulu, suaminya punya usaha distribusi kelapa di Surabaya. Namun usaha itu kian merosot usai kepergiannya. Pada 2012, Lina nekat memboyong kedua putrinya keluar dari Kota Pahlawan dan pindah ke Kota Cantik, Palangka Raya.

"Namanya orang sudah depresi ditinggal suami, usaha udah oleng, ditipu ratusan juta, rumah sudah habis. Waktu itu ada uang Rp 2 Juta, yang Rp 1,8 juta buat tiket pesawat kami bertiga ke Palangka Raya, sisa Rp 200 ribu," ujar Lina.

Di Kota Cantik inilah, Lina dan dua putrinya memulai kehidupan dari nol tanpa kehadiran suami. Beruntungnya, ada teman almarhum suaminya di Palangka Raya.

Melalui istri dari teman suaminya itu, Lina tinggal menumpang sekitar satu bulan sampai akhirnya pindah ke sebuah barak dan bekerja di sebuah salon di Palangka Raya. Ia mengenang gajinya kala itu hanya Rp 700 ribu per bulan.

Didiagnosa Kanker Payudara Stadium 3B, Harapan Hidup 40 Persen

Pada tahun 2015, di tengah kesibukannya mencari nafkah, Lina merasakan sakit pada tubuhnya di bagian payudara. Saat ia memeriksakan diri, ia didiagnosis ada tumor di payudaranya.

"2015 bulan November ketahuan ada benjolan. Pakai bra yang berkawat itu kok sakit. Terus waktu itu periksa didiagnosis tumor," terang Lina.

Ia pun berusaha menjalani pengobatan dengan segala cara, termasuk pengobatan herbal. Namun pada 2016, ia didiagnosa kanker stadium 3B. Hanya 40 persen saja harapannya untuk hidup hingga 5 tahun ke depan.

"Tahun 2016 kemudian hasilnya ketahuan kalau terkena kanker stadium 3B. Bertahan hidup untuk 5 tahun ke depan pada waktu itu hanya 40 persen aja," ucapnya.

Mengidap kanker payudara tak menghalangi tekadnya untuk berjuang mencari nafkah. Usai menjalani kemo, ia tetap bekerja. Baginya, tak ada yang lebih menyakitkan selain ditinggal pergi suaminya meninggal.

"Langsung malam itu aku kemo. Setelah itu opname. Tapi aku opname milih pulang, karena anakku yang kedua sendirian di barak, masih SMP kelas 1. Ayu (anak pertama) sekolah SMA di Surabaya. Karena siapa lagi yang bayar barak (kos), Minggu itu aku jualan di Care Free Day, jualan baju apalah segala macam ku jual. Aku harus membesarkan hatiku sendiri," ujar Lina dengan tegar.

"Dalam otakku manusia adalah makhluk paling sempurna. Cuma sel kanker aja lo, gak ada apa-apanya bagiku. Karena, tidak ada yang lebih sakit selain ditinggal suamiku meninggal," ungkap Lina sambil mengenang almarhum suaminya.

Melawan Kanker Demi Pendidikan Anak

Di tengah usahanya melawan kanker dan berjuang mencari nafkah, Lina memiliki prinsip yang kuat bagi pendidikan kedua putrinya. Menurutnya, pendidikan itu nomor satu. Putrinya harus tumbuh jadi perempuan yang memiliki value tinggi.

"Yang penting anak sekolah, mau makan apa aja yang penting dia berpendidikan. Gimana pun caranya! Dia harus mendapatkan yang terbaik. Harus jadi perempuan yang ber-value, bisa survive, dan mandiri," tegasnya.

Menurut Lina, kedua putrinya memiliki bakat yang berbeda. Ayu, anak pertamanya memiliki bakat dan minat di bidang akademik. Lina pun mendorong Ayu yang masih duduk di bangku SMP sempat mengikuti kursus, agar prestasi akademiknya meningkat.

"Ayu biaya lesnya waktu itu setara dengan gajiku di salon. Gajiku cuma Rp 700 ribu. Buat makan gimana? Gak tau ada aja rezekinya," terang Lina.

Kini, Ayu telah bekerja di perkapalan di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan bersama suaminya. Ayu sempat kuliah di Teknik Perkapalan di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya. Selama kuliah, Ayu sudah mandiri dengan menjadi seorang pengajar les privat.

Anak keduanya, Marsela pun kini menjadi atlet renang. Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa hukum di Universitas Palangka Raya (UPR), ia aktif mengikuti perlombaan renang dan menjadi pelatih renang.

"Nah adiknya (Marsela) ini pintar renang, sampai sekarang jadi atlet renang, sekarang udah jadi pelatih renang. Dia juga sudah mandiri," ucap Lina dengan bangga.

"Mungkin aku ibu yang agak ekstrem. Anak-anakku kalau bisa semuanya ku suruh keluar, merantau. Kepakkan sayapmu setinggi langit, terbang yang jauh. Kalau ingat orang tua syukur. Enggak, ya sudah. Karena tugas orang tua hanya melahirkan dan mendidik," tegas Lina untuk kedua putrinya.

Selain kesuksesan anak-anaknya, kini Lina juga sukses menjalani usaha kerajinan tangan dan pakaian lewat bahan perca. Ia memiliki sanggar yang bernama Sanggar Kriya Lina di Kota Palangka Raya. Berkat pekerjaannya di salon dulu, ia banyak mengenal pelanggan salon yang kini juga menjadi pelanggan tetapnya di sanggar.

Usaha dan kreatifitasnya itu membuat kehidupan dan perekonomiannya semakin membaik. "Ya alhamdulillah-nya bisa hidup dari situ. Ikut-ikut expo, pameran juga," ungkap Lina.

Namun di tahun 2024, ia diketahui mengidap kanker kulit. Padahal saat itu ia masih harus berjuang melawan kanker payudara. Di tengah terpaan ujian yang bertubi-tubi itu, raut wajah Lina tampak begitu bersemangat menjalani hidup. Lina tetap ceria dan optimis menjalani hidup.

Halaman 2 dari 4


Simak Video "Memasak Kuliner Tradisional Khas Palangkaraya Bersama Keturunan Dayak "
[Gambas:Video 20detik]
(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads