Anak-anak, khususnya bayi dan balita, yang menjadi korban bencana kerap terpaksa makan mi instan karena keterbatasan bahan pangan di pengungsian. Namun, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan pemberian mi instan tidak boleh dilakukan dalam jangka waktu terlalu lama. Sebab, hal tersebut bisa merusak status gizi anak.
Mengutip detikHealth, Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso SpA mengingatkan soal pemberian asupan mi instan bagi bayi dan balita di lokasi bencana. Ia menegaskan asupan untuk bayi dan balita tidak bisa disamakan dengan orang dewasa, bahkan dalam kondisi bencana sekalipun.
dr Piprim mengatakan pemberian mi instan hanya dianjurkan dalam kondisi darurat yang ekstrem di mana tidak ada bahan makanan lain sama sekali. Itu pun sebaiknya dibatasi sekitar 3 hari saja untuk bayi dan balita. Seterusnya, mereka harus mendapatkan asupan dari makanan yang lebih bergizi.
"Tapi dalam kondisi darurat, artinya nggak lama-lama ya, mungkin 3 hari pertama nggak ada makanan apapun selain mi instan ya mungkin oke untuk survival," ungkap dr Piprim saat ditemui di Kantor IDAI, Jakarta, Senin (22/12/2025).
Jika pemberian mi instan berlangsung selama berminggu-minggu, dr Piprim khawatir kandungan mi instan dapat merusak status gizi anak. Sebab, mi instan mengandung karbohidrat dan tinggi garam, tetapi rendah serat dan protein.
"Ketika anak khususnya balita butuh nutrisi prohe (protein hewani) yang cukup dengan karbo dan lemaknya, ini tentu akan mengganggu masalah status gizi mereka," ujarnya.
Estimasinya, pada hari ketiga bantuan sudah mulai masuk. Saat itu bayi dan balita diharapkan sudah mendapatkan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) yang sesuai dengan kebutuhan gizi mereka. Kebutuhan tersebut dapat disiapkan dan dipenuhi di dapur umum.
"Apabila sudah ada akses, kondisi ideal tentu saja bikin dapur umum ya," jelasnya.
dr Piprim menambahkan, jika dapur umum belum memungkinkan dibangun, maka relawan atau pihak yang memberi bantuan bisa menggunakan pangan dengan teknologi retort. Teknologi ini memungkinkan makanan utuh divakum dan disterilisasi suhu tinggi sehingga tahan lama tanpa pengawet kimia.
Hal itu juga berlaku untuk makanan korban dewasa, khususnya ibu yang masih menyusui. Mereka diharapkan tetap mendapatkan asupan nutrisi yang dapat diberikan ke anaknya. Salah satu contoh makanan yang ideal untuk daerah bencana menurut dr Piprim adalah rendang yang sudah di-retort.
"Makanan-makanan ini kan bisa mengandung protein atau karbo yang bisa siap santap tanpa proses yang ribet. Kemarin juga ada yang kirim rendang, makanan awet tapi nutrisinya tinggi, ini juga sangat diperlukan," lanjutnya.
Baca selengkapnya di sini.
Simak Video "Video: Cerita Megawati Heran Gudang Bantuan Bencana Isinya Cuma Mi Instan"
(des/des)