Tugu Digulis, Refleksi Perjuangan Kalimantan Barat Melawan Penjajah

Tugu Digulis, Refleksi Perjuangan Kalimantan Barat Melawan Penjajah

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Selasa, 16 Des 2025 13:01 WIB
Tugu Digulis Pontianak.
Tugu Digulis Pontianak. Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
Pontianak -

Selama ini nama Pontianak hampir selalu identik dengan Tugu Khatulistiwa. Monumen ini memang jadi ikon utama dan ramai dikunjungi wisatawan. Tapi sebenarnya, Pontianak punya monumen lain yang tak kalah penting dilihat dari sisi sejarah, meskipun namanya belum umum diketahui.

Monumen itu adalah Tugu Digulis, atau yang juga dikenal sebagai Tugu Bambu Runcing atau Monumen Sebelas Digulis. Berada di tengah kota, tugu ini jadi pengingat perjalanan panjang perjuangan rakyat Kalimantan Barat.

Tugu Digulis menyimpan cerita tentang keberanian, pengorbanan, dan pengasingan para tokoh pergerakan yang berani melawan ketidakadilan di masa kolonial. Di balik bentuk bambu runcing yang menjulang, tersimpan kisah pahit tentang pembuangan ke Boven Digoel dan tekad kuat untuk memperjuangkan hak rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayangnya, belum banyak yang tau latar belakang dan makna filosofis dari tugu ini. Maka dari itu, berikut ini detikKalimantan sajikan informasi tentang Tugu Digulis, dari latar belakang dibangunnya, makna, hingga perkembangannya hingga saat ini dikutip dari Arsip Pemerintah Kota Pontianak.

Latar Sejarah Pembangunan Tugu Digulis

Tugu Digulis diresmikan pada 10 November 1987 bertepatan dengan Hari Pahlawan oleh Gubernur Kalimantan Barat saat itu, H. Soedjiman. Alasan ditetapkannya tanggal ini karena pemerintah daerah ingin menegaskan bahwa perjuangan rakyat Kalimantan Barat merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah kepahlawanan nasional.

Monumen ini dibangun untuk mengenang 11 tokoh pergerakan rakyat Kalimantan Barat yang pada awal abad ke-20 aktif dalam gerakan sosial, keagamaan, dan politik. Aktivitas mereka yang banyak berakar pada organisasi seperti Sarekat Islam (SI) dan Sarekat Rakyat (SR), dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Para tokoh ini dinilai mampu membangkitkan kesadaran politik rakyat di mana saat itu sangat ditakuti oleh pemerintah kolonial.

Akibatnya, mereka ditangkap dan diasingkan ke Boven Digoel, sebuah daerah terpencil di Papua yang pada masa itu dikenal sebagai tempat pembuangan tahanan politik. Dari sinilah istilah "Digulis" berasal yang merujuk pada orang-orang yang "digulisi", atau dibuang ke Digoel.

Nama ini kemudian digunakan untuk menamai monumen tersebut sebagai penanda sejarah pengasingan dan keteguhan sikap para tokoh yang tidak menyerah meski dihadapkan pada tekanan berat.

Sebelas Tokoh, Sebelas Bambu Runcing

Salah satu ciri paling menonjol dari Tugu Digulis adalah 11 batang bambu runcing yang menjulang ke atas. Setiap batang bambu melambangkan satu tokoh pejuang Kalimantan Barat yang diasingkan ke Boven Digoel.

Kesebelas tokoh tersebut yaitu:

  • Achmad Marzuki
  • Achmad Su'ud bin Bilal Achmad
  • Gusti Djohan Idrus
  • Gusti Hamzah
  • Gusti Moehammad Situt Machmud
  • Gusti Soeloeng Lelanang
  • Jeranding Sari Sawang Amasundin (alias Jeranding Abdurrahman)
  • Haji Rais bin H. Abdurahman
  • Moehammad Hambal alias Bung Tambal
  • Moehammad Sohor
  • Ya' Moehammad Sabran.

Sebagian dari mereka wafat di pengasingan Boven Digoel, sebagian lainnya meninggal dalam Peristiwa Mandor, dan ada pula yang gugur akibat kondisi kesehatan yang memburuk selama masa pembuangan.

Nama-nama mereka kini diabadikan tidak hanya di Tugu Digulis, tetapi juga sebagai nama jalan di Kota Pontianak.

Makna Filosofis Bambu Runcing

Desain Tugu Digulis yang khas berupa 11 batang bambu runcing setidaknya memiliki tiga makna penting:

  • Keberanian dan Keteguhan: Bambu runcing dikenal sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia ketika saat itu amunisi para pejuang masih sangat terbatas
  • 11 Tokoh Bersejarah: Jumlah batang mewakili 11 pejuang utama yang dijadikan simbol semangat perlawanan di Kalimantan Barat.
  • Pengingat Sejarah: Kehadiran monumen ini selalu menjadi pengingat bahwa perjuangan kemerdekaan bukan hanya milik kelompok besar, tetapi juga daerah-daerah seperti Kalimantan Barat.

Perubahan Wajah Tugu dari Masa ke Masa

Sejak diresmikan pada 1987, Tugu Digulis telah mengalami beberapa perubahan. Awalnya, bambu runcing dicat kuning polos. Pada tahun 1995, warna monumen diubah menjadi merah-putih sebagai simbol nasionalisme, walaupun kemudian dinilai kurang mencerminkan bentuk bambu runcing yang sebenarnya.

Pada tahun 2006, dilakukan renovasi ulang sehingga bentuk dan warnanya lebih mendekati bambu runcing asli seperti yang terlihat saat ini. Renovasi ini sekaligus menegaskan kembali fungsi tugu sebagai monumen sejarah, bukan sebagai pajangan saja.

Seiring waktu, kawasan Tugu Digulis berkembang menjadi ruang publik yang ramah. Area di sekelilingnya kini dilengkapi dengan taman yang kemudian dinamai Taman Digulis. Banyak fasilitas di taman ini, mulai dari jalur jogging, area bermain anak, serta air mancur yang menambah daya tarik, terutama pada sore dan malam hari.

Jika Tugu Khatulistiwa merepresentasikan identitas geografis Pontianak, maka Tugu Digulis merepresentasikan nilai perjuangan rakyat Kalimantan Barat. Keduanya saling melengkapi dan membentuk wajah Pontianak sebagai kota yang tidak hanya unik secara geografis, tetapi juga kaya akan sejarah perlawanan.

Itu dia sejarah latar belakang berdirinya Tugu Digulis, dan cerita perubahannya dari masa ke masa. Semoga bisa menambah wawasan baru!

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Berpartisipasi dalam Tantangan Malam Hari dan Membagikan Merchandise di Pontianak "
[Gambas:Video 20detik]
(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads