Dua warga Karanganyar, Jawa Tengah, meninggal di tengah ajang trail run sejauh 15 kilometer, Siksorogo Lawu Ultra 2025. Keduanya dilaporkan terkena serangan jantung.
Dilansir detikJateng, peristiwa terjadi pada Minggu (7/12) pagi ketika ajang Siksorogo Lawu Ultra diselenggarakan di area lereng Gunung Lawu. Dua pelari tersebut bernama Pujo Buntoro (55) dan Sigit Joko Purnomo (45).
"Iya leres (benar), dua orang meninggal terkena serangan jantung," jelas Dewan Pembina Siksorogo Lawu Ultra 2025 Tony Harmoko dihubungi pada Minggu (7/12/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tony, kedua korban terkena serangan jantung di dua lokasi berbeda. Puji di Kilometer 8, sementara Sigit di Kilometer 12. Karena sama-sama warga Karanganya, kedua korban langsung dievakuasi ke RSUD Karanganyar.
Pujo diketahui merupakan ASN di Kementerian Agama (Kemenag) Kota Solo. Sedangkan Sigit merupakan ASN Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI.
Tony menegaskan, dua pelari tersebut telah melakukan cek kesehatan sebelum event. Mereka dinyatakan fit dan tidak ada masalah kesehatan sehingga diperbolehkan mengikuti event.
"Sebelum race dimulai mereka keadaannya fit bugar, tidak ada masalah apapun," imbuhnya.
Hal itu juga disampaikan oleh Kasi Humas Polres Karanganyar Iptu Mulyadi. Pihaknya mendapatkan laporan pukul 10.44 WIB. Sigit ditemukan pingsan di Bukit Mitis, sedangkan Puji ditemukan tak sadarkan diri di Bukit Cemoro Wayang.
"Waktu kejadian dilaporkan tadi pagi pukul 10.44 WIB dan dilaporkan pukul 11.30 WIB, di dua tempat berbeda yang satu di Bukit Wilis dan satu di Bukit Cemoro Wayang," ujar Mulyadi dalam keterangan tertulis.
Pada saat kejadian, katanya, lokasi sedang hujan lebat. Saksi yang menemukan korban langsung menghubungi petugas PMI dan Marsal yang tak jauh dari situ. Namun, ketika hendak diberi pertolongan, korban sudah meninggal dunia.
"PMI dan Marsal datang memberikan pertolongan namun korban sudah tidak dapat ditolong dan meninggal dunia, kemudian saksi menghubungi petugas relawan yang tergabung dalam event Siksorogo Lawu Ultra untuk meluncur ke lokasi melakukan evakuasi," jelasnya.
Mengutip detikHealth, spesialis jantung dan pembuluh darah dari BraveHeart Brawijaya Hospital Saharjo, Dr dr M Yamin, SpJP (K), SpPD, FACC, FSCAI, FAPHRS, FHRS beberapa waktu lalu menyampaikan risiko kematian mendadak akibat henti jantung saat olahraga. Hal ini juga sangat mungkin terjadi bahkan pada orang yang rajin olahraga sekalipun, tapi memang paling banyak terjadi pada orang yang sudah memiliki kelainan jantung bawaan.
"Pada atlet sudden death itu bisa. Memang karena serangan jantung, bisa juga kalau dia tidak ada sumbatan atau serangan jantung, tapi karena kelainan listrik jantung," jelasnya pada detikcom, Kamis (23/10/2025) lalu.
Menurut dr Yamin, kelainan listrik jantung dapat dipicu berbagai faktor. Salah satunya adalah hipertropi kardiomiopati atau kondisi yang membuat otot jantung secara genetik lebih tebal daripada jantung rata-rata. Ketika orang dengan kondisi jantung semacam ini berolahraga berlebihan, maka otot jantung dapat bertambah tebal dan memperbesar risiko 'korslet' listrik jantung.
Sementara itu, spesialis kedokteran olahraga Siloam Hospitals TB Simatupang dr Bernadette Laura, SpKO mengatakan penyakit jantung yang muncul ketika olahraga kebanyakan dialami oleh atlet rekreasional yang tidak menjalani latihan terpola dan terstruktur. Untuk berolahraga, Laura menekankan seseorang harus memahami batas atau limit kemampuan tubuhnya lebih dulu.
"Jadi gimana cara kita tahu untuk limit kita itu gimana? Dengan latihan. Dengan latihan dulu pertama, kemudian screening, screening kesehatan, dan lain-lain. Itu kita bisa mengetahui kapasitas tubuh kita itu sejauh mana. Itu yang terlupakan kadang-kadang," jelasnya.
"Dan ketika mereka udah nggak tahu limit mereka di mana, kemudian mereka langsung melakukan olahraga tersebut. Kemudian belum lagi ditambah dorongan-dorongan dari teman-teman, dengan lingkungan sekitar. Mereka push terus, ya itu bisa berbahaya," lanjutnya.
Laura juga menyoroti kecenderungan orang untuk tidak mengecek kesehatan jantung karena merasa sehat. Padahal gejala masalah jantung bisa saja tidak terlihat. Jika ternyata mereka memiliki penyakit jantung yang tidak terdeteksi, olahraga yang terlalu berat dapat menjadi pemicu serangan jantung, hingga berisiko kematian.
"Terutama memang untuk orang-orang yang punya penyakit jantung bawaan, atau memang dari histori keluarganya ada penyakit jantung, dan lain-lain. Itu kadang-kadang memang nggak terdeteksi dan tidak terasa ada gejalanya juga oleh atlet-atlet tersebut," ungkap Laura.
