Mengapa Kalimantan Jarang Gempa? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Mengapa Kalimantan Jarang Gempa? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Jumat, 05 Des 2025 08:00 WIB
Peta Gempa Nasional per Juli 2025.
Peta Gempa Nasional per Juli 2025. Foto: dok BMKG
Samarinda -

Menjelang akhir 2025, masyarakat Indonesia menghadapi banyak bencana yang datang tak kenal waktu. Selain banjir bandang yang melanda Sumatera, kini BMKG mengeluarkan peringatan adanya megathrust yang meningkatkan potensi bencana pada Desember 2025.

Indonesia secara umum dikenal sebagai negara dengan aktivitas gempa dan vulkanik tinggi karena banyak wilayahnya berada di sepanjang jalur subduksi dan zona ring of fire. Pulau-pulau seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku sering mengalami gempa besar maupun erupsi gunung berapi.

Namun berbeda dengan Kalimantan yang relatif jarang mencatat gempa besar dan sering dianggap aman secara geologis. Meskipun demikian, gempa tetap bisa terjadi di Kalimantan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data BMKG 2025 menunjukkan kawasan Tarakan di Kalimantan Utara sebagai wilayah paling aktif mengalami gempa di Pulau Kalimantan. Pada 5 November 2025 terjadi gempa dengan magnitudo 4,8 yang menimbulkan kerusakan bangunan.

Pada 4 Desember 2025, gempa dengan magnitudo 4,8 juga terjadi di Kalimantan Selatan. Berpusat di barat daya Tanah Laut, gempa sampai terasa di Banjarmasin dan Banjarbaru.

Fenomena ini menjadi penting untuk diketahui, apa penyebab Kalimantan cenderung jarang mengalami gempa besar? Berikut ini detikKalimantan rangkum penjelasan ilmiahnya yang didukung oleh temuan riset dan data kegempaan terkini.

1. Jauh dari Zona Subduksi dan Berada di Atas Blok Stabil

Mengutip penjelasan BMKG, salah satu alasan utama Kalimantan relatif jarang gempa besar adalah posisinya jauh dari zona subduksi aktif. Zona-zona subduksi yang merupakan tempat bertemunya lempeng samudera dan benua, adalah sumber gempa besar dan tsunami di Indonesia, seperti di barat Sumatera, selatan Jawa, Sulawesi, dan Maluku.

Sebaliknya, Kalimantan berada di atas blok tektonik yang relatif stabil, yaitu lempeng Eurasia. Blok ini adalah lempeng mikro-kontinental tua yang sudah "dingin" secara geologi, sehingga tekanannya jauh lebih rendah dibanding lempeng yang masih aktif.

Struktur batuannya juga terdiri dari batuan kontinen, sedimen, dan metamorf, bukan kerak tipis seperti yang ditemui di zona subduksi, sehingga jarang terjadi pergeseran lempeng besar yang memicu gempa kuat.

Karena letak dan jenis blok tektoniknya seperti itu, energi tektonik jarang menumpuk dalam skala besar di bawah daratan Kalimantan. Itulah sebab utama mengapa pulau ini relatif aman dari gempa besar.

Pada Juli 2025 lalu pun BMKG merilis peta gempa yang di dalamnya menunjukkan bahwa Kalimantan adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang cenderung 'bersih' dari titik gempa sepanjang 2025.

2. Sesarnya Sedikit & Aktivitas Relatif Rendah

Bukan berarti Kalimantan bebas sama sekali dari sesar atau patahan. Ada sejumlah zona patahan lokal yang telah diidentifikasi, khususnya di bagian timur dan selatan, yaitu Sesar Tarakan, Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, serta Sesar Meratus.

Menurut pemantauan terbaru dari BMKG, Kalimantan memang tergolong memiliki tingkat seismisitas rendah dibanding pulau-pulau di jalur subduksi, tetapi sesar lokal ini tetap aktif, sehingga potensi gempa lokal tidak bisa dianggap nol.

Studi oleh Haryanto dkk. (2025) berjudul Study Seismotectonic Around Kalimantan Island Using Likelihood Method menunjukkan bahwa meskipun probabilitas gempa besar sangat kecil, gempa dengan magnitudo sedang pernah terjadi di Kalimantan, bahkan intensitasnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Jadi, kestabilan sesar Eurasia tidak sepenuhnya menghilangkan risiko aman, tetapi menekan frekuensi dan magnitudo gempa berskala besar. Sesar-sesar lokal juga harus tetap dipantau agar potensi risiko bisa ditangani sedini mungkin

3. Sifat Geologi dan Batuan Membatasi Besarnya Gempa

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kalimantan berada di atas kerak benua purba dan kuat yang menyebabkan struktur batuannya tidak rapuh. Batuan kontinen dan metamorf cenderung lebih stabil terhadap tegangan dan deformasi dibanding kerak samudra.

Penelitian terbaru oleh Segoro dan Margiono (2025) berjudul Identification Sub-surface Structure and Sediment Depth Estimation at The Proposed Indonesian New Capital City juga menyebutkan bahwa ketebalan sedimen di banyak cekungan Kalimantan berukuran besar yang kemudian membuat tanah lebih stabil.

Tetapi, ketebalan sedimen dan karakter tanah lunak ini memiliki risiko tersendiri, yakni jika gempa terjadi, getaran bisa diperkuat melalui fenomena amplifikasi tanah yang bisa memperbesar dampak meskipun magnitudo gempa sedang.

Model probabilistik hazard yang dikembangkan oleh Aulia dkk (2025) juga mendukung bahwa meskipun zona subduksi jauh, zona sesar dangkal dan local crustal fault di Kalimantan (terutama di timur dan selatan) dapat menghasilkan getaran cukup kuat, terutama jika kedalaman gempa dangkal.

Dengan kata lain, kestabilan struktur geologi memang mengurangi kemungkinan gempa besar, tetapi kombinasi patahan lokal dan karakter tanah bisa membuat gempa kecil atau sedang tetap berpotensi merusak bila terjadi di lokasi sensitif.

Jadi kesimpulannya, Kalimantan jarang mengalami gempa besar karena berada jauh dari zona subduksi aktif, berada di atas blok tektonik tua dan stabil, serta memiliki struktur geologi yang relatif padat. Di satu sisi, keberadaan sesar lokal dan karakter tanah sedimen bisa menyebabkan gempa.

Halaman 4 dari 3


Simak Video "Video: Tsunami Terdeteksi di Sejumlah Wilayah RI, Paling Tinggi 20 Cm"
[Gambas:Video 20detik]
(bai/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads