Heboh KUHAP Atur Polisi Bebas Menyadap-Ambil HP, DPR Luruskan Isu Hoaks

Nasional

Heboh KUHAP Atur Polisi Bebas Menyadap-Ambil HP, DPR Luruskan Isu Hoaks

Dwi Rahmawati - detikKalimantan
Selasa, 18 Nov 2025 14:59 WIB
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan), Adies Kadir (ketiga kiri) dan Saan Mustopa (kiri) menerima laporan hasil pembahasan dari Ketua Komisi III DPR  Habiburokhman (kedua kiri) pada Rapat Paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Dalam rapat tersebut DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU
UU KUHAP resmi disahkan DPR. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Jakarta -

Revisi KUHAP resmi disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, Selasa (18/11). Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengklarifikasi adanya isu miring di media sosial (medsos) terkait peran polisi dalam UU KUHAP yang baru.

Habiburokhman menegaskan kabar yang beredar adalah hoaks. Dia menyebut ada 4 hoaks yang tersebar terkait peran polisi dalam KUHAP.

"Sebelum saya membaca laporan, saya perlu menyampaikan sedikit klarifikasi, Bapak dan Ibu, terkait adanya hoaks atau berita bohong yang beredar sangat masif, ini ya di sosial media," kata Habiburokhman dalam rapat paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut bunyi kabar terkait kewenangan polisi:

Kalau RUU KUHAP disahkan, polisi jadi bisa lakukan ini ke kamu tanpa izin hakim:

Diam-diam menyadap, merekam dan mengutak-atik alat komunikasi digitalmu tanpa batasan soal penyadapan sama sekali,
Polisi bisa membekukan sepihak tabungan dan semua rekening onlinemu,
Polisi bisa mengambil HP, laptop, dan data elektronikmu,
Polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana.

Habib menyebut aturan soal penyadapan tak diatur oleh KUHAP baru, melainkan regulasi sendiri melalui undang-undang.

"Kami perlu klarifikasi bahwa menurut Pasal 135 ayat (2) KUHAP yang baru, hal ihwal penyadapan itu tidak diatur sama sekali dalam KUHAP, tapi akan kita atur di UU tersendiri yang membahas soal penyadapan," kata Habiburokhman.

"Sejauh ini kalau dari pembicaraan lintas fraksi di Komisi III hampir semua fraksi, bahkan semua fraksi menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan," tambahnya.

Politisi Partai Gerinda itu juga meluruskan isu yang kedua, terkait pemblokiran rekening. Habiburokhman membantah jika polisi bisa melakukan pemblokiran tanpa izin pengadilan.

"Kami perlu sampaikan bahwa menurut Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru yang insyallah ini akan disahkan semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim ketua pengadilan," ungkapnya.

Habiburokhman juga menjelaskan soal penyitaan oleh polisi. Habiburokhman menegaskan jika setiap penyitaan yang dilakukan oleh aparat mesti izin ketua pengadilan negeri.

"Menurut Pasal 44 KUHAP baru yang akan kita sahkan ya, bahwa semua bentuk penyitaan itu harus dengan izin ketua pengadilan negeri. Jadi tidak benar," ungkapnya.

Dia pun menekankan penangkapan harus dilakukan dengan hati-hati. Habiburokhman membantah adanya kabar polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana.

"Hal ini juga tidak benar, bahwa menurut Pasal 93 dan Pasal 99 KUHAP baru penangkapan, penahanan, penggeledahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan berdasarkan minimal 2 alat bukti. Sementara penahanan nanti kita jelaskan diatur lebih rinci," imbuhnya.

Baca artikel selengkapnya di sini.




(bai/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads