Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara menggelar Haul Raja Muda Datu Alam bin Sultan Datu Alam Muhammad Chalifatul Adil.
Haul digelar bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10-11 November 2025, untuk mengenang sosok pejuang yang disingkirkan Belanda melalui taktik licik demi menguasai sumber daya alam (SDA) Bulungan.
Sosok Raja Muda Datu Alam dikenal sebagai figur yang paling keras menentang kolonialisme di masanya. Kisah perjuangannya kini diangkat kembali sebagai inspirasi kepahlawanan dari Kalimantan Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam undangan tersebut, Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara mengaitkan acara haul ini dengan dua momen penting: Hari Pahlawan Nasional 10 November 2025 dan Hari Santri 22 Oktober 2025.
Acara ini sekaligus menjadi tapak tilas perjuangan sang raja. Selain Haul Raja Muda Datu Alam, acara juga akan diisi dengan ziarah ke makam Sultan Alimuddin dan Sultan Kaharudin II.
Siapakah Raja Muda Datu Alam?
Menurut catatan sejarah yang ditulis Ketua Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara, Joko Supriyadi, Datu Alam adalah sosok yang paling ditakuti dan dibenci Belanda karena sikapnya yang tegas dan anti-penjajah.
Puncak perlawanannya terjadi pada 8 November 1892. Datu Alam bersama pasukannya yang bersenjata Mandau mendatangi markas Belanda di Tanjung Selor. Ia murka karena Belanda berani mengintimidasi dan memukul warga Bulungan.
"Hei Belanda kurang ajar! Kenapa berani-beraninya kalian datang ke wilayah kami, mengintimidasi dan memukul warga kami! Kau kira ini tanah nenek moyangmu! ... Kami hukum denda kau! Atau pergi kau dari Bulungan!" seru Datu Alam kala itu seperti yang ditulis Supriyadi.
Di hadapan amarah Datu Alam, Kontrolir Belanda hanya bisa terpaku. Ia tak berani melawan karena tentaranya sedikit. Namun, di balik sikap diamnya, Kontrolir Belanda ternyata sedang menjalankan misi licik.
"Ia memang ditugaskan oleh Residen hanya untuk memancing Raja Muda dan pengikutnya agar mereka bertindak kasar dan bisa digolongkan 'mengganggu ketertiban umum', sehingga ada alasan mereka untuk ditangkap," tulis Supriyadi.
Kontrolir itu lantas berbohong, pura-pura meminta maaf, dan berjanji akan membayar denda adat. Merasa menang, Raja Muda Datu Alam dan pasukannya kembali ke Tanjung Palas. Saat itu juga, Kontrolir Belanda mengirim surat ke Banjarmasin, melaporkan bahwa misinya 'memancing kemarahan' telah berhasil.
Beberapa minggu kemudian, Residen Belanda datang dengan pasukan penuh dan menyergap Datu Alam di Tanjung Palas. Ia ditangkap dan dibawa ke Banjarmasin.
Penangkapan Datu Alam ternyata punya agenda besar. Belanda ingin menguasai penuh sumber daya alam Bulungan yang kaya.
Terbukti, hanya beberapa bulan setelah Datu Alam disingkirkan, atau pada Juni 1893, Belanda langsung membuat kesepakatan dengan Sultan Bulungan. Isi kesepakatan itu memberi Belanda hak untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral dan pertambangan di wilayah Kesultanan.
Warisan Darah Pejuang
Raja Muda Datu Alam yang dianggap sebagai penghambat utama, diasingkan ke Banyumas, Pulau Jawa, pada Oktober 1893 agar tidak bisa kembali. Sikap keras Datu Alam ternyata warisan dari ayahnya, Sultan Datu Alam Muhammad Chalifatul Adil, yang juga dikenal anti-Belanda hingga wafat diracun dalam perjamuan yang diorganisir Belanda pada 1874.
Selain itu, Datu Alam mewarisi darah pejuang Tidung (dikenal sebagai musuh Spanyol di lautan) dan darah Dayak Kayan Hapan. "Ajaran Islam dan warisan Keperwiraan dari para leluhur ini lah yang nampaknya membuat Raja Muda Datu Alam menyala-nyala semangatnya dalam menentang Belanda," catat Supriyadi.
Setelah uzur, Datu Alam kembali ke Bulungan dan wafat di Tanjung Palas. Melalui Haul ini, Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara berharap agar sejarah beliau dapat dikaji lebih dalam dan diusulkan menjadi Calon Pahlawan Nasional dari Kalimantan Utara.
Simak Video "Video Wamendikdasmen Kunjungi Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/des)
