Namanya Junko Furuta (古田順子). Ia adalah siswi SMA Yashio Minami, Jepang yang menjadi korban pemerkosaan.
Kisahnya yang memilukan telah dikenal mendunia. Dikutip wolipop dari laman Unseen Japan, Junko Furuta lahir pada 18 Januari 1971 di Misato, Prefektur Saitama, Jepang. Ia dikenal sebagai yang ceria, populer, dan rajin bekerja paruh waktu.
Namun, kehidupannya berubah drastis pada 25 November 1988, ketika ia diculik dalam perjalanan pulang dari tempat kerja oleh sekelompok remaja laki-laki. Bukan tanpa alasan, penculikan tersebut dikarenakan Furuta pernah menolak cinta Hiroshi Miyano, pria yang dikenal sebagai tukang bully dan memiliki koneksi dengan Yakuza.
Para pelaku yang kala itu berusia 16 hingga 18 tahun, menyandera Furuta di sebuah rumah di wilayah Ayase, Tokyo. Selama lebih dari 40 hari, ia mengalami penyiksaan dan kekerasan seksual yang tak terbayangkan. Berbagai bentuk kekerasan fisik dan psikologis dilakukan secara berulang oleh para pelaku dan teman-temannya.
Dalam laporan di persidangan, terungkap Furuta dirudapaksa secara bergilir sebanyak lebih dari 400 kali. Ia juga sering dipukuli dan tubuhnya digantung di atas plafon seperti layaknya samsak tinju. Tak sampai di situ, Furuta dibuat kelaparan hingga dipaksa memakan kecoak hidup atau urinnya sendiri.
Pada Desember 1988, setelah disekap selama 1 bulan, Furuta sempat mencoba menelepon polisi namun gagal dan diketahui Miyano. Ia kembali mendapat hukuman, kakinya dibakar dan mengalami penyiksaan kejam lain hingga mengalami pendarahan dan kejang-kejang.
Tragisnya, Furuta akhirnya meninggal pada 4 Januari 1989 akibat luka parah yang dideritanya. Tubuhnya ditemukan dalam drum berisi ratusan liter semen di area pembuangan di Tokyo. Kasus ini kemudian dikenal publik sebagai 'Concrete-Encased High School Girl Murder Case', dan meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat Jepang.
Meskipun kejahatan tersebut sangat keji, para pelaku mendapat hukuman yang tergolong ringan karena masih berstatus remaja di bawah umur. Pemimpin kelompok, Hiroshi Miyano, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, sementara tiga pelaku lainnya hanya mendapat hukuman antara 5 hingga 9 tahun.
Putusan itu menuai kecaman luas. Banyak warga Jepang menganggap sistem hukum yang melindungi pelaku di bawah umur terlalu lunak dan tidak memberikan keadilan bagi korban. Bahkan, beberapa dari pelaku diketahui kembali melakukan tindak kriminal setelah dibebaskan.
Lebih dari tiga dekade berlalu, kasus Junko Furuta tetap menjadi luka yang tak pernah hilang dari ingatan publik Jepang. Kisahnya sering dijadikan pengingat tentang bahaya kekerasan remaja dan kegagalan sistem hukum dalam memberikan perlindungan bagi korban.
Simak Video "Video: Bejat! Pemuda di Tasikmalaya Perkosa Nenek 85 Tahun"
(aau/aau)