HIV/AIDS di Kalimantan Timur Tercatat Mencapai 1.193 Kasus

HIV/AIDS di Kalimantan Timur Tercatat Mencapai 1.193 Kasus

Riani Rahayu - detikKalimantan
Jumat, 07 Nov 2025 17:30 WIB
Holding a test tube with blood in it. Handwritten label with HIV on it with the negative tick box crossed.
Ilustrasi HIV. Foto: Getty Images/Thomas Faull
Samarinda -

Kasus HIV/AIDS di Kalimantan Timur (Kaltim) tercatat mencapai 1.193 hingga 30 September 2025, terdiri dari 978 kasus HIV baru dan 215 kasus AIDS. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim menyebut, tren penularan relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir.

"Perkembangan HIV/AIDS sebenarnya datar saja. Setiap tahun rata-rata ditemukan sekitar 1.100 kasus HIV baru yang tersebar di seluruh wilayah Kaltim," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kaltim, dr Ivan Hariyadi kepada detikKalimantan, Jumat (07/11/2025).

Meski tak ada lonjakan signifikan, sebagian besar kasus disebut berasal dari kelompok pendatang. Mobilitas tenaga kerja yang tinggi di proyek strategis seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan industri migas disebut menjadi salah satu faktor risiko penyebaran HIV.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak pekerja datang dari luar daerah, kebanyakan laki-laki dan tinggal jauh dari keluarga, lalu banyak yang menawarkan jasa seperti itu. Situasi seperti itu berpotensi untuk peningkatan kasus HIV, jadi kadang kemajuan pembangunan juga bisa berdampak kepada kesehatan masyarakat kalau kita tidak antisipasi," ujarnya.

Selain itu Dinkes Kaltim juga mewaspadai potensi meningkatnya kasus HIV/AIDS yang belum terdeteksi di masyarakat. Meski secara laporan belum terjadi lonjakan signifikan, penularan diperkirakan masih berlangsung di bawah permukaan seperti fenomena gunung es.

"Kasus yang muncul sekarang kemungkinan baru sebagian kecil. Penularannya bisa berlangsung lama sebelum gejalanya terlihat," kata dr Ivan.

Ia menjelaskan, penularan HIV kini makin sulit dideteksi karena banyaknya perubahan perilaku sosial. Aktivitas berisiko yang dulu mudah dipantau di lokasi tertentu, kini banyak beralih ke transaksi daring yang menyulitkan petugas melakukan pemeriksaan rutin.

"Kalau dulu ada lokalisasi, petugas bisa memeriksa secara rutin. Nah saat ini kan rata-rata transaksi dilakukan online, jadi susah menjangkau siapa yang perlu diperiksa, kalau jelas kita bisa lewat pemeriksaan melalui pendekatan kepada pihak keamanannya atau seperti apa, tapi kan juga masih banyak yang belum terdeteksi gitu kan. Nah itu yang menjadi kendala dan tantangannya" jelasnya.

Dinkes Kaltim terus berupaya mengantisipasi dengan menggelar layanan pemeriksaan HIV gratis, termasuk di tempat hiburan malam, warung, hingga klub. Selain itu, mereka juga menggandeng pihak keamanan dan pemilik usaha untuk mempermudah pendekatan pemeriksaan.

"Nah cek kesehatan gratis nah kita harapkan para pekerja ataupun siapapun yang mau memeriksa dirinya ya silakan memeriksa diri. Ya mudah-mudahan ini disambut baik. Artinya sebenarnya penyakit HIV ini meskipun berobatnya harus seumur hidup tapi masih bisa diobati. Artinya kalau sudah positif, positif pun kita masih bisa produktif. Asal kita masih minum obat. Jadi memang juga kita mengubah stigma sih sebenarnya," tuturnya.

Menurut data Dinkes Kaltim, wilayah dengan kasus tertinggi masih didominasi kota besar seperti Samarinda, Balikpapan, dan Kutai Kartanegara. Daerah ini memiliki populasi tinggi dan aktivitas ekonomi yang menarik banyak tenaga kerja dari luar.

"Karena mungkin ya penduduknya banyak, potensi pekerjaannya juga besar itu kan. Ada tambang, ada perkebunan, ya macam-macam sektor yang menarik banyak tenaga kerja," kata dia.

Selain itu dia berharap dunia pendidikan memiliki kurikulum sendiri untuk edukasi penyakit menular seksual, sehingga anak-anak bisa mengetahui sejak dini.

"Jadi kita berharap ya Dinas Pendidikan, Dinas Kementerian Agama yang punya sekolah-sekolah itu juga ada kegiatan apa ada kurikulum-kurikulum seperti itu. Nah, kita melalui Dinas Kominfo, Dinas yang lain, menyebarkan informasi, termasuk penyuluh-penyuluh. Semua penyuluh kita harapkan juga menyampaikan masalah kesehatan. Jadi kan kesehatan ini kan paling hilir. Ketika dia sakit dia tuh baru muncul," terangnya.

Rencana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan HIV/AIDS kini tengah menjadi kajian akademik Universitas Mulawarman. Regulasi itu diharapkan menjadi dasar hukum untuk memperkuat upaya promotif, preventif, hingga rehabilitatif bagi warga terdampak.

"Kami mendukung adanya Perda itu. Tinggal kita bahas isi-isinya supaya arahnya positif buat semua, misal dalam regulasinya pemeriksaan kesehatan ini diwajibkan, itu sangat membantu," pungkasnya.




(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads