Susu Kemasan dalam MBG Dikritik Ahli Gizi, BGN Klaim Sudah Lalui Kajian Ilmiah

Nasional

Susu Kemasan dalam MBG Dikritik Ahli Gizi, BGN Klaim Sudah Lalui Kajian Ilmiah

Nafilah Sri Sagita K - detikKalimantan
Senin, 13 Okt 2025 10:03 WIB
SPPG di berbagai daerah membagikan menu-menu harian MBG
Susu kemasan dalam MBG. Foto: TikTok
Jakarta -

Ahli gizi menyoroti pemberian susu kemasan dalam menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut pakar, menu tersebut belum sepenuhnya tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia. Banyak yang intoleran terhadap laktosa. Sementara menurut Badan Gizi Nasional (BGN), kehadiran susu dalam program MBG sudah melalui kajian ilmiah dan kebijakan berbasis bukti.

Dilansir detikHealth, dokter sekaligus ahli gizi dr. Tan Shot Yen menyoroti pemberian susu kemasan yang menjadi bagian dari paket MBG di beberapa daerah. Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR beberapa waktu lalu, dr Tan menyampaikan masih banyak menu MBG yang tidak sejalan dengan prinsip gizi modern, terutama dalam pemilihan susu sebagai menu wajib.

"Tidak banyak orang tahu bahwa etnik Melayu, yang juga mencakup sebagian besar masyarakat Indonesia, sekitar 80 persennya itu intoleran laktosa, termasuk saya. Jadi, Anda bisa bayangkan dampaknya," jelas dr Tan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara regulasi, lanjut dr Tan, Indonesia sudah meninggalkan konsep empat sehat lima sempurna sejak diterbitkannya Permenkes tahun 2014. Pemerintah menggantinya dengan panduan Gizi Seimbang atau Isi Piringku. Jika dipaksakan mengonsumsi susu, katanya, anak malah bisa mengalami mencret.

"Susu adalah bagian dari protein hewani yang tidak begitu penting selama kita punya telur, ikan, dan daging. Kita negara kaya protein hewani, jadi tidak harus bergantung pada susu. Kalau dipaksakan, banyak anak justru bisa mencret," lanjutnya.

Tan juga menyoroti kualitas produk susu yang digunakan dalam MBG. Dia menilai masyarakat kini semakin cerdas membedakan antara susu murni dan minuman bergula rasa susu.

"Yang dibagi itu bukan susu, tapi minuman bergula. Ini bukti bahwa publik kita sudah pinter, bisa menilai sendiri mana yang benar-benar susu dan mana yang hanya minuman manis," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Prof Epi Taufik selaku Tim Pakar Bidang Susu BGN sekaligus Guru Besar Ilmu dan Teknologi Susu Fakultas Peternakan IPB mengklaim hampir semua panduan gizi di dunia tetap menempatkan susu dan produk olahannya (dairy) sebagai bagian dari diet seimbang. Termasuk di Indonesia.

"Dalam berbagai dietary guidance seperti di Malaysia, Jepang, China, hingga panduan Isi Piringku dari Kemenkes RI dan prinsip B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) dari Bapanas RI, susu selalu masuk dalam rekomendasi. Ini bukan soal ikut-ikutan, tapi karena bukti ilmiahnya kuat," kata Prof. Epi di Bogor, Minggu (12/10/2025).

Epi menjelaskan susu mengandung 13 zat gizi esensial, termasuk protein berkualitas tinggi, kalsium, dan vitamin D. Semua kandungan itu penting untuk pertumbuhan tulang, perkembangan otak, dan daya tahan tubuh anak usia sekolah.

"Anak usia 9 hingga 12 tahun sedang berada di masa peak growth velocity, periode percepatan pertumbuhan tinggi badan dan kebutuhan energi meningkat tajam. Kalsium dari makanan harian biasanya baru mencukupi 7-12 persen dari kebutuhan harian. Tambahan dari susu membantu menutup kekurangan itu agar pertumbuhan optimal," jelasnya.

Baca selengkapnya di sini.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads