Penumpasan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia. Tidak hanya di masa 1965, peristiwa ini juga terjadi di tanah Kalimantan pada 1967 yang dikenal sebagai peristiwa Mangkok Merah.
Peristiwa Mangkok Merah menjadi salah satu tragedi kemanusian terbesar di Kalimantan Barat (Kalbar), bahkan di Indonesia. Propaganda politik Orde Baru meluas jadi konflik etnis dan kemanusiaan yang menewaskan ribuan orang dari masyarakat Tionghoa.
Bagaimana peristiwa Mangkok Merah terjadi? Simak mulai dari latar belakang, kronologi, hingga dampaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar Belakang Peristiwa Mangkok Merah
Peristiwa Mangkok Merah tidak dapat dilepaskan dari dinamika politik dekade 1960-an, peralihan antara Orde Lama ke Orde Baru. Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1966) menjadi pemicu awal.
Di masa itu, Presiden Sukarno menentang pembentukan Federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neo-kolonial Inggris. Indonesia mendukung gerakan bersenjata di perbatasan, termasuk Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku).
Situasi menjadi rumit setelah kejatuhan Orde Lama dan naiknya rezim Orde Baru yang melarang segala bentuk aktivitas komunis, setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). PGRS-Paraku yang sebelumnya dianggap sekutu justru dipandang sebagai ancaman.
Banyak anggota kedua kelompok ini berasal dari sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa di Sarawak dan Kalimantan Barat, sehingga mereka identik dengan komunisme dari negara China. Namun saat itu semua komunis dianggap sama, meski kelompok ini berbeda dari PKI.
Militer Indonesia kemudian melancarkan operasi penumpasan, dan untuk memperkuat legitimasi serta dukungan lokal, mereka memobilisasi masyarakat Dayak melalui ritual tradisional Mangkok Merah.
Ritual adat tersebut sering dikaitkan dengan kekuatan supranatural. Dengan dilakukannya ritual ini, maka menandakan dimulainya perang.
Dengan cara ini, konflik politik dan ideologi berubah menjadi konflik etnis yang menargetkan komunitas Tionghoa pedalaman, sehingga membuka jalan bagi tragedi kemanusiaan yang besar pada tahun 1967.
Kronologi Peristiwa Mangkok Merah
Secara kronologis, berikut poin-poin penting terjadinya Peristiwa Mangkok Merah pada 1967:
1. Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1966)
Indonesia era Soekarno mendukung gerakan oposisi di Sarawak dan Kalimantan Utara. Dibentuklah PGRS dan Paraku dengan basis gerakan berada di perbatasan Kalimantan Barat, banyak beranggotakan komunitas Tionghoa.
2. Perubahan Politik Nasional (1965)
Setelah G30S, Orde Baru melarang komunisme. PGRS-Paraku yang sebelumnya sekutu Indonesia kini dianggap musuh negara.
3. Ketegangan Meningkat (Awal-Pertengahan 1967)
PGRS-Paraku mulai melakukan patroli dan serangan kecil di perbatasan. Terjadi intimidasi terhadap aparat desa dan bentrokan sporadis dengan militer.
PGRS-Paraku menyerang pangkalan militer Indonesia di Sanggauledo. Beberapa perwira militer tewas, memicu operasi penumpasan besar-besaran.
4. Mobilisasi Mangkok Merah (Oktober 1967)
Militer memobilisasi tokoh Dayak untuk menghidupkan ritual Mangkok Merah sebagai tanda perang. Gubernur Oevang Oeray melalui RRI Pontianak menyerukan pengusiran Tionghoa dari pedalaman.
14 Oktober 1967 terjadi serangan terhadap komunitas Tionghoa terjadi di Taum, selatan Sanggauledo. Aksi ini disebut sebagai 'demonstrasi' untuk menutupi keterlibatan militer.
Gelombang kekerasan terus terjadi hingga November 1967. Serangan meluas ke Anjungan, Mandor, Menjalin, hingga Capkala. Ribuan rumah dibakar, ladang ditinggalkan, dan banyak korban jiwa berjatuhan.
5. Pengungsian Massal (Akhir 1967)
Ribuan orang Tionghoa tewas dalam peristiwa itu. Sekitar 50 ribu hingga 80 ribu orang Tionghoa dipaksa mengungsi ke Singkawang dan Pontianak.
Baca juga: Mengenang Tragedi Jumat Kelabu Banjarmasin |
Dampak Peristiwa Mangkok Merah
Dampak Peristiwa Mangkok Merah sangatlah besar, mulai dari korban nyawa, dampak sosial, hingga ekonomi. Berikut beberapa di antaranya:
- Diperkirakan 2 ribu hingga 5 ribu orang Tionghoa tewas dalam tragedi tersebut. Belum lagi mereka yang meninggal di pengungsian.
- Terjadi pengungsian massal. Lebih dari 50 ribu orang Tionghoa dipaksa meninggalkan pedalaman menuju pesisir. Singkawang kemudian berkembang sebagai kota dengan konsentrasi Tionghoa terbesar di Kalbar.
- Ladang, kebun, dan toko milik Tionghoa diambil alih masyarakat Dayak. Namun, tanpa jaringan dagang yang kuat, ekonomi pedalaman menurun drastis.
- Muncul stigma dan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang semakin dicurigai sebagai 'komunis' meskipun banyak yang tidak terlibat.
Demikian tadi Peristiwa Mangkok Merah 1967 yang merupakan tragedi multidimensi, dari politik, etnis, hingga kemanusiaan. Tentu ini menjadi pembelajaran bagi kita agar peristiwa serupa tidak terulang.
Sumber:
- Jurnal HISTORIA Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017. Peristiwa Mangkok Merah di Kalimantan Barat Tahun 1967. IKIP-PGRI Pontianak.
- Jurnal ISTORIA Edisi Maret 2014, Vol 14, No 1. Peristiwa Pemberantasan PGRS-Paraku di Kalimantan Barat Tahun 1967 (Kajian Teori Hegemoni Gramsci untuk Pembelajaran Sejarah Lokal). STKIP PGRI Pontianak
- Situs Perhimpunan Tionghoa Kalbar Indonesia. Tionghoa Kalbar: Ekspedisi Kubilai Khan Sampai Mangkuk Merah.