India mengalami penurunan drastis populasi burung bangkai hingga 95 persen. Kejadian sepanjang 2000-2005 ini berdampak langsung pada kematian 500 ribu orang di negara tersebut.
Dikutip detikTravel dari situs Vulture Conservation Foundation (VCF), burung bangkai atau nassar bird adalah populasi kunci bagi India. Di negara tersebut, ada 307,5 juta sapi yang terus naik seiring tahun. Saking banyaknya, melihat sapi berkeliaran di tempat umum adalah hal wajar bagi warga setempat.
"Sapi yang mati ditumpuk di area mirip Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berlokasi di pinggiran India. Bangkai sapi makin menumpuk karena tidak ada pemburunya yaitu burung bangkai. Akibatnya, anjing dan tikus yang juga makan bangkai sapi mendominasi padahal hewan ini berisiko kena rabies," tulis VCF.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian yang dilakukan oleh Vulture Conservation Foundation (VCF) menunjukkan bahwa meningkatnya populasi anjing dan tikus pemakan bangkai sapi turut berkontribusi terhadap naiknya kasus gigitan hewan tersebut, terutama gigitan anjing yang mengakibatkan kematian manusia akibat rabies. Temuan ini juga berkorelasi dengan meningkatnya penjualan vaksin rabies untuk manusia.
Turunnya populasi burung bangkai dari genus Gyps disebabkan oleh penggunaan obat antiinflamasi diklofenak pada ternak sapi. Sejak awal 1990-an hingga awal 2000-an, diklofenak banyak digunakan peternak karena dianggap manjur dan aman bagi sapi serta manusia.
Namun, kala itu baik peternak, pemerintah, maupun pihak terkait belum menyadari dampak fatalnya terhadap ekosistem. Burung bangkai yang mengonsumsi bangkai sapi yang mengandung diklofenak mengalami kerusakan ginjal parah.
Semakin banyak bangkai yang mereka makan, semakin tinggi risiko kematian akibat gagal ginjal. Padahal, burung bangkai mampu menghabiskan bangkai sapi hanya dalam waktu sekitar 40 menit, jauh lebih efisien dibandingkan proses alami atau hewan pemakan bangkai lainnya.
Penurunan drastis populasi mereka memperlambat proses alami penguraian bangkai dan menjadikan burung ini tergolong spesies terancam punah. Penurunan signifikan mulai dirasakan sejak 1996 dan baru direspons serius lewat pelarangan diklofenak pada tahun 2006.
Meskipun masih ditemukan pelanggaran hingga tahun 2018, kesadaran dari peternak dan pemerintah India mulai meningkat. Sayangnya, karena burung bangkai hanya bertelur satu kali dalam setahun dan tidak semua anak bisa bertahan hidup, pemulihan populasi berjalan sangat lambat.
Namun, pada tahun 2025 muncul secercah harapan. Berdasarkan laporan Deccan Herald, jumlah burung bangkai menunjukkan kenaikan, dari 320 ekor pada 2023-2024 menjadi 390 ekor setelah dilakukan perhitungan populasi yang disinkronkan. Ini menjadi tanda awal bahwa pelarangan diklofenak mulai membuahkan hasil meskipun pemulihan populasi masih membutuhkan waktu panjang.
(aau/aau)