Salat adalah ibadah yang mengharuskan keterhubungan total antara seorang hamba dengan Tuhannya. Oleh karena itu, kekhusyukan menjadi unsur penting dalam setiap gerakan dan bacaan salat.
Kekhusyukan merupakan inti dari ibadah yang dilakukan dengan sepenuh hati. Hal ini mencerminkan ketulusan seorang hamba dalam bersujud dan berserah diri kepada Tuhannya.
Untuk meraih kekhusyukan, sebagian orang memilih untuk menutup mata saat salat. Namun tindakan ini terkadang justru membawa dampak sebaliknya, pikiran bisa saja melayang ke berbagai hal, sehingga mengganggu konsentrasi dan maksud utama dari salat itu sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para ulama pun memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum menutup mata ketika salat. Dikutip detikHikmah dari kitab Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq (diterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap), ada hadis yang menyatakan hal tersebut makruh. Namun, keabsahan hadis tersebut dipertanyakan karena tidak dianggap shahih.
Dijelaskan dalam buku Shalatlah Seperti Rasulullah karya KH Muhyiddin Abdusshomad, bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah memejamkan mata saat salat sepanjang hidupnya. Ini menunjukkan bahwa memejamkan mata bukanlah termasuk sunnah Rasulullah SAW.
Justru, ada larangan lain terkait pandangan saat salat. Nabi Muhammad SAW pernah melarang keras menghadapkan pandangan ke arah langit. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Mengapa orang-orang mengangkat pandangan mereka ke langit waktu mereka salat?" Beliau berkata dengan suara keras, "Hendaklah mereka benar-benar berhenti melakukan hal itu atau pandangan mereka akan dicabut selama-lamanya." (HR Bukhari)
Ketika salat, seorang muslim idealnya mengarahkan pandangan ke tempat sujud dan tidak mengarahkan pandangan ke tempat lain seperti dinding atau benda-benda di depannya, karena hal ini dapat mengurangi kekhusyukan salat.
Kapan Memejamkan Mata Tidak Makruh?
Meski mayoritas pendapat menyatakan makruh, ada kondisi tertentu di mana memejamkan mata saat salat diperbolehkan. Ibnul Qayyim berpendapat bahwa jika seseorang terpaksa memejamkan mata karena adanya keperluan, seperti ada hiasan yang terlalu mencolok atau benda lain yang sangat mengganggu kekhusyukan salat, maka dalam kondisi tersebut menutup mata bukanlah hal yang makruh.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Zadul Ma'ad (terjemahan Saefuddin Zuhri) menjelaskan lebih lanjut:
"Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang itu apakah hukumnya makruh, atau boleh-boleh saja atau bahkan sunnah. Namun, pendapat yang paling dipertanggungjawabkan adalah jika membuka mata saat salat akan mengganggu kekhusyukan, maka memejamkan mata itu lebih utama. Dan bila ada hal yang dapat mengganggu kekhusyukan, seperti adanya benda-benda duniawi yang indah di arah kiblat, atau hal lain yang dapat mengusik jiwanya, maka secara pasti pada saat itu memejamkan mata tidak dimakruhkan."
Jadi, intinya adalah pada kekhusyukan. Jika membuka mata justru mengganggu kekhusyukan karena adanya distraksi visual, maka memejamkan mata bisa menjadi pilihan yang lebih baik dan tidak dimakruhkan dalam kondisi tersebut.
Artikel ini sudah tayang di detikHikmah, baca selengkapnya di sini!
(aau/aau)