Sejarah Perang Banjar: Penyebab, Peristiwa Penting, dan Akhir Perlawanan

Sejarah Perang Banjar: Penyebab, Peristiwa Penting, dan Akhir Perlawanan

Bayu Ardi Isnanto - detikKalimantan
Jumat, 11 Jul 2025 14:30 WIB
Ilustrasi perang banjar.
Ilustrasi Perang Banjar. Foto: JP de Veer/wikimedia commons.
Balikpapan -

Perang Banjar termasuk salah satu perlawanan yang terkenal dari rakyat Indonesia terhadap penjajahan Belanda. Perang ini terjadi pada 1859-1865 dengan salah satu tokoh ternama Pangeran Antasari.

Dijelaskan dalam buku Pangeran Antasari oleh M Idwar Saleh yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, nama Banjar mengacu pada Kerajaan Banjar yang saat itu wilayahnya meliputi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Perang ini tidak sekadar bermula dari faktor eksternal, tetapi juga adanya masalah di internal kerajaan. Simak sejarah Perang Banjar dalam artikel ini, mulai dari latar belakang atau penyebab, peristiwa penting, dan akhir dari perlawanan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyebab Perang Banjar

Latar belakang atau penyebab Perang Banjar dapat dilihat dari dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor Eksternal

Penyebab utamanya adalah kedatangan Belanda yang ingin merebut kekayaan alam dari penduduk lokal. Dikutip dari buku Lukisan Perang Banjar 1859-1865 yang disusun M Idwar Saleh, saat itu Belanda mengetahui wilayah Kerajaan Banjar terdapat tambang batu bara yang dikelola masyarakat secara tradisional.

Hal itu sangat menguntungkan bagi Belanda jika bisa menguasainya. Sebab jika harus mengimpor dari Eropa, biayanya akan sangat mahal. Padahal mereka harus menggunakan bahan bakar untuk kapal mereka.

Maka mereka memaksa agar diberikan konsesi pengelolaan tambang batu bara di daerah Riam Kanan. Tahun 1849 beridirilah tambang batu bara Oranje Nassau.

Selain itu, terdapat terdapat perjanjian antara Kerajaan Banjar dan Hindia Belanda yang lebih berat sebelah. Antara lain penetapan putra mahkota harus dengan persetujuan Belanda. Sementara Belanda menjanjikan keamanan dari serangan kerajaan lain. Hal ini memicu kemarahan rakyat.

Faktor Internal

Di dalam internal kerajaan terjadi perebutan kekuasaan yang membuat kerajaan rusak dari dalam. Hal ini berawal pada 1825 saat Sultan Sulaiman wafat dan digantikan anaknya, Sultan Adam.

Sultan Adam sebetulnya sangat lembut dan penyayang, namun kepribadiannya lemah sehingga dimanfaatkan istrinya untuk menguasai pemerintahan. Pada 1852, putra mahkota bernama Sultan Muda Abdurrakhman meninggal diracun sebelum naik tahta, sehingga harus dicari penggantinya.

Tiga calon yang berpeluang menggantikan adalah Pangeran Prabu Anom, Pangeran Hidayatullah, dan Pangeran Tamjidillah. Dari ketiganya, hanya Tamjidillah yang dikehendaki Belanda. Padahal Tamjidillah tidak disukai rakyat karena disebut-sebut anak hasil hubungan di luar nikah.

Rupanya Tamjidillah sudah bersekongkol dengan Belanda dan bersedia membantu mendapatkan wilayah penghasil batubara. Dia juga didukung karena punya banyak kenalan pembesar Belanda di Banjarmasin. Ini membuat kemarahan rakyat dan lawan politik Tamjidillah semakin berkobar.

Peristiwa Penting dalam Perang Banjar

Keberadaan Belanda yang mengacau di Kerajaan Banjar memunculkan gerakan perlawanan. Pangeran Antasari memiliki peranan penting untuk menyatukan rakyat.

Dilansir dari buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Kalimantan Selatan oleh Yustan Aziddin, dkk, Pangeran Antasari sendiri merupakan salah satu pewaris yang sah di Kerajaan Banjar. Ibunya adalah saudara dari Sultan Adam yang sama-sama anak dari Sultan Sulaiman.

Kemudian muncullah gerakan-gerakan seperti Gerakan Muning, Gerakan Banua Lima, Gerakan Tanah Laut, Gerakan Hulu Sungai, dan Gerakan Kapuas. Perang Banjar akhirnya meletus pada 24 Ramadhan 1215 atau 28 April 1859.

1. Gerakan Muning

Gerakan ini berkaitan dengan awal mula munculnya pesaing Kerajaan Banjar di Desa Muning. Di situ terdapat Datuk Aling yang memimpin wilayah karena kekayaan dan dianggap sakti. Anaknya ditunjuk sebagai Sultan Kuning.

Pihak Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah kemudian bertemu Datuk Aling untuk bekerja sama melawan Belanda. Gerakan yang awalnya berniat untuk sosial, berubah menjadi politik. Ditambah dengan kehadiran tokoh agama, gerakan ini menjadi aksi suci melawan kafir Belanda.

Sultan Kuning mengirim pasukan di bawah Pangeran Antasari untuk menyerang benteng Belanda di tambang batubara Oranje Nassau. Dalam beberapa hari, pasukan Belanda terbunuh semua.

Rakyat Muning memperluas serangan ke titik lain, seperti Tambang Batubara Yulia Hermina, benteng Belanda di Tabanio, hingga di Tanah Dusun.

2. Perlawanan di Banua Lima

Banua Lima meliputi daerah Alabio, Negara, Sungai Banar, Amuntai, dan Kalua. Kawasan ini dipimpin oleh Jalil yang bergelar Kiai Adipati Anom Dinding Raja.

Pada 1960, Belanda mengerahkan beberapa kapal perang sekitar awal bulan Februari 1860, Di Amuntai, masyarakat menyerang kapal dengan dengan senjata parang, tombak, parang bungkul, dan beberapa pucuk senapan.

3. Perlawanan daerah Martapura-Pelaihari

Kota Martapura (ibu kota Kerajaan Banjar) telah diduduki Belanda. Berbekal senjata dari pasukan Belanda, Pangeran Antasari bersiap menyerang Martapura. Serangan pada 27 Agustus 1860 itu sukses dengan pengambilalihan Martapura.

Namun Belanda tak menyerah dan ingin kembali menguasai ibu kota. Belanda pun mengirim pesan kepada rakyat Banjar agar tidak lagi melawan. Belanda berjanji akan menyejahterakan rakyat.

4. Peristiwa Margasari

Di Margasari, banyak tumenggung, kiai, mufti, penghulu yang tampak memihak Belanda, namun ingin membantu perlawanan rakyat. Hal itu diketahui Belanda dan segera mengganti kiai dengan pejabat baru.

Pada Desember 1961, di masa pergantian pejabat, Kontrolir Fuijck bersama serdadu pengiringnya dibunuh dan rumahnya dibakar. Residen lalu mengirim pasukan di bawah pimpinan Letnan Croes.

Namun saat melintasi Sungai Jaya, anak Sungai Negara, perahu mereka terjepit dan terjadi perang tanding satu lawan satu. Tangan Letnan Croes putus terkena parang kemudian ditombak hingga tewas.

5. Pangeran Antasari Wafat

Pangeran Antasari sempat diangkat menjadi pimpinan tertinggi dalam Kerajaan Banjar bergelar Panembahan Amiruddin Chalifatul Mu'minin. Ini terjadi karena Pangeran Hidayat dengan kemauan sendiri menyerah pada Belanda pada 8 Februari 1862.

Pangeran Antasari masih terus melakukan perlawanan. Dia juga mendapatkan bantuan-bantuan peluru dan mesiu. Namun Antasari dan pasukannya terkena wabah cacar, kemudian jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 11 Oktober 1862.

Hasil Akhir Perang Banjar

Meninggalnya Pangeran Antasari menjadi salah satu titik kemunduran perlawanan rakyat Banjar kepada Belanda. Selain itu, ada sejumlah peristiwa yang membuat kekuatan pejuang menurun. Di antaranya sebagai berikut:

  • Pada 24 September 1861, Jalil yang bergelar Adipati Anom Dinding Raja tewas dalam pertempuran melawan Belanda di Tundakan.
  • 28 Februari 1862, Pangeran Hidayat dengan kemauan sendiri menyerah pada Belanda. Kemudian pada 3 Maret 1862, Pangeran Hidayat dengan seluruh keluarga, menantu, anak-anak dan famili terdekat ikut dalam pembuangan ke Cianjur, Jawa Barat.
  • 19 Oktober 1863, Sultan Kuning tertangkap dalam sebuah pertempuran menghadapi Belanda.

Setelah Pangeran Antasari wafat, puteranya bernama Gusti Mohammad Seman dilantik menjadi Sultan Banjar yang terakhir. Setelah Sultan Mohammad Seman tewas, Kerajaan Banjar dihapuskan dari bumi Kalimantan.

Belanda menyatakan Perang Banjar berhenti pada tahun 1865. Meski demikian, secara periodik perlawanan rakyat berjalan terus sampai tahun 1905. Kemudian mulai muncul gerakan kepemudaan di berbagai daerah yang akhirnya membawa Indonesia merdeka pada 1945.




(bai/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads