Semangat Yusy Keliling Pedalaman Kalteng Demi Pemerataan Literasi

Semangat Yusy Keliling Pedalaman Kalteng Demi Pemerataan Literasi

Ayuningtias Puji Lestari - detikKalimantan
Senin, 23 Jun 2025 07:00 WIB
Anak-anak belajar membaca, menggambar, dan mendengar buku cerita anak di Basir Jahan, Sabaru. Foto: Dokumentasi RBB.
Foto: Anak-anak belajar membaca, menggambar, dan mendengar buku cerita anak di Basir Jahan, Sabaru. Foto: Dokumentasi RBB.
Palangka Raya -

Yusy Marie, jurnalis itu punya mimpi agar literasi pada anak-anak dapat tersebar merata di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng). Yusy ingin mereka yang berada didaerah pedalaman juga merasakan kesempatan belajar yang sama.

Mimpi ini kemudian coba diwujudkan Yusy pada tahun 2016. Ia mengajak temannya Johanes Jenito untuk mendirikan Rumah Baca Bahijau (RBB) yang berpusat di Kota Palangka Raya.

Harapan besar itu berangkat dari keresahan Yusy melihat realita sosial dan lingkungan di daerah pedalaman Kalteng, sebab banyak terjadi konflik antara masyarakat setempat dengan pemilik perusahaan di sekitarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat saya bekerja sebagai jurnalis tahun 2012 kebanyakan saya liputan ke kampung dan daerah-daerah yang mengalami krisis lingkungan. Hal itu rupanya mengakibatkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan," cerita Yusy pada detikKalimantan, Minggu (22/6/2025).

"Sebut saja kebakaran lahan gambut, degradasi lahan dan hutan, pencemaran lingkungan perairan dari tambang maupun kebun sawit," imbuhnya.

Dari situ Yusy menilai masyarakat didaerah mulai mengalami perubahan cara pandang dalam menjalani hidup.

"Masyarakat Dayak yang dulunya berpikiran sederhana, kemudian berubah menjadi masyarakat pragmatis negatif, sebagai reaksi 'survive' atas kondisi lingkungan yang akhirnya menghimpit kondisi perekonomian, pangan, sosial budaya mereka," terangnya.

Yusy mencoba menghubungkannya dari sisi literasi. Ia mendapati bahwa perubahan cara pandang dan sikap masyarakat dalam menghadapi konflik salah satunya karena tingkat literasi yang minim.

"Melihat kondisi nyata bagaimana literasi yang tidak merata, serta akses kepada literasi, khususnya informasi yang baik masih minim, bahkan tercemari oleh informasi yang tidak sehat dari sosial media, kemudian menciptakan mental pragmatis negatif. Saya menyebutnya itu reaksi dan akumulasi dari dampak masalah-masalah lingkungan-sosial di akar rumput yang kompleks," tegasnya.

Sejak itu, ketika Yusy akan melakukan liputan ke daerah ia berusaha membawa sejumlah buku, terutama buku untuk anak-anak.

"Saat ada kesempatan, saya akan mengajak anak-anak untuk bisa membaca bersama, bercerita dan tanya-jawab soal lingkungan, bermain sambil belajar," ujarnya.

"Berjalannya waktu, saya menyadari perubahan dan perbaikan kondisi lingkungan di Kalteng tidak bisa dilakukan hanya dengan mempublikasi faktual ataupun membuat aturan kuat dan keras terhadap lingkungan, tapi juga mengubah pola pikir manusiannya dan membentuknya," ungkapnya.

Dari hasil realitas di lapangan itulah Yusy menegaskan diri untuk menyasar literasi kepada anak-anak melalui RBB. Menurutnya, lebih sulit untuk mengubah cara pandang orang dewasa daripada anak-anak, karena mereka sudah banyak kebutuhan untuk bertahan hidup.

"Jika orang dewasa karena sudah terlalu banyak kebutuhan hidup, agak sulit diubah. Maka anak-anak bisa dibentuk. Dengan harapan 10 sampai 30 tahun kemudian mereka sudah punya mental yang benar tentang bagaimana mengelola lingkungan tapi tetap selaras dengan pembangunan dan kemajuan," ujarnya.

Anak-anak belajar membaca, menggambar, dan mendengar buku cerita anak di Basir Jahan, Sabaru. Foto: Dokumentasi RBB.Anak-anak belajar membaca, menggambar, dan mendengar buku cerita anak di Basir Jahan, Sabaru. Foto: Dokumentasi RBB.

Dari Langkah Kecil, Jadi Besar dan Berdampak

Niat mulianya kemudian berkembang, RBB jadi tersebar di beberapa daerah di Kalteng. Melalui beberapa program, RBB melakukan kegiatan rutin pada akhir pekan. Dari sana, anak-anak diajari tentang literasi dasar.

"Di RBB adik-adik akan belajar enam literasi dasar, yaitu literasi numerasi, baca tulis, sains, finansial, digital, serta budaya dan kewargaan. Kemudian tentu dilandasi dengan literasi lingkungan, sesuai konteks yang terjadi di sekitar mereka," ujar Yusy.

Tidak hanya itu, dalam beberapa kesempatan Yusy juga mengajak anak didiknya kunjungan dan belajar langsung seperti ke museum dan perpustakaan. Dengan harapan mereka punya wawasan yang lebih luas.

Yusy dan tim juga melakukan agenda serupa untuk beberapa wilayah lain di Kalimantan Tengah. Diantaranya, RBB Teras Pelatuk di samping pemakaman Islam (TPU) KM 2,5 Jalan Tjilik Riwut, RBB Basir Jahan di Sabaru, RBB Desa Simpur di Kabupaten Pulang Pisau, serta RBB Seruyan di Kabupaten Seruyan.

Tapi semangatnya tak berhenti sampai di situ. Kini, salah satu fokus RBB juga mendorong program Sekolah Hijau, sebagai literasi dan edukasi yang mendukung sekolah agar ramah lingkungan. Program tersebut didukung oleh WWF melalui Lembaga Lentera Bahijau yang selama ini menaungi RBB. Dilaksanakan di dua sekolah, yaitu SKH Negeri 2 Palangka Raya dan SMP Kristen Palangka Raya.

"Beberapa yang kami lakukan dalam project sekolah Hijau yaitu praktek membuat kompos padat dan cair, budidaya lidah buaya, kebun pangan lokal, penghijauan dan penanaman pohon dan melakukan kunjungan pengenalan gambut kepada anak-anak didik kedua dari sekolah tersebut," terang Yusy.

Yusy berusaha membuat kegiatan yang berkelanjutan dalam program tersebut. Dimulai dari pembuatan kompos, kemudian kegiatan berkebun dan budidaya lidah buaya serta penghijauan. "Selanjutnya, hasil dari budidaya dan kebun juga akan dilakukan praktek membuat sabun, sampo dan lain-lain dari lidah buaya, lalu praktek pengolahan hasil kebun pangan lokal serta bagaimana memasarkan hasil panen mereka nantinya," ujarnya.

Sementara untuk program pemberdayaan perempuan, RBB membuka kelas menjawet (menganyam), membuat sabun, membuat VCO, membuat bedak dingin dan kerajinan/keterampilan-ketempilan berbasis ramah lingkungan dan kearifan lokal Dayak. Selain itu, Yusy juga berusaha untuk melindungi perempuan dan anak-anak didiknya agar terhindar dari kekerasan seksual, disamping menerapkan nilai-nilai GEDSI.

"Salah satu hal yang rentan terjadi pada anak-anak adalah kekerasan seksual dan ini sempat terjadi pada beberapa anak yang pernah RBB temui. Karena itu kami juga melakukan kerjasama dengan PPA Kalteng dan pihak kepolisian," pungkasnya.




(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads