Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) tengah mempercepat pengusulan kawasan Batu Benau di Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, sebagai Geosite menuju Geopark. Namun, ancaman perambahan hutan menjadi hambatan serius yang dapat menggagalkan rencana ini.
Geosite adalah situs dengan nilai geologi tinggi, seperti batuan atau fosil yang mencerminkan sejarah bumi. Sementara geopark merupakan kawasan lebih luas yang mencakup sejumlah geosite dengan manajemen terpadu untuk pendidikan, pariwisata, dan pembangunan berkelanjutan.
Kawasan Batu Benau sendiri merupakan rumah bagi Suku Dayak Punan Batu Benau, komunitas adat terakhir di Kalimantan yang masih aktif berburu dan meramu, mendiami kawasan karst Gunung Batu Benau dan tepian hulu Sungai Sajau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses Pengusulan dan Perluasan Wilayah
Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah, ESDM Provinsi Kaltara, Trimulbar, menjelaskan bahwa pengusulan Geosite Batu Benau dimulai dengan identifikasi pada 2022, bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Mulawarman (UNMUL).
Identifikasi ini menghasilkan 11 calon geosite di Batu Benau, yang pada 2023 diajukan ke Kementerian ESDM melalui Badan Geologi. Badan Geologi menyarankan perluasan wilayah karena luas Batu Benau belum cukup untuk geopark.
"Pada 2024, kami memperluas identifikasi ke Kabupaten Bulungan, Tanah Tidung, dan Malinau, menghasilkan 25 calon geosite tambahan," ujar Trimulbar kepada detikcom, Rabu malam (23/4/2025).
Hasil identifikasi 2024 telah diserahkan ke Badan Geologi pada akhir tahun lalu, dengan verifikasi dijadwalkan pada awal 2025. Trimulbar menegaskan bahwa proses menuju geopark harus bertahap. "Geosite dulu, baru geopark. Geosite adalah titik-titik yang nantinya membentuk geopark," katanya.
Untuk mempercepat pengusulan, Pemprov Kaltara telah membentuk tim pengusul Geopark Batu Benau melalui SK Gubernur. Tim ini melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) Kaltara, Pemerintah Kabupaten Bulungan, akademisi, dan YKAN sebagai penggerak utama.
"Kami pastikan usulan ini memenuhi standar dengan melibatkan semua pihak," ungkap Trimulbar.
Jika lolos verifikasi Badan Geologi pada 2025, SK Geosite dapat diterbitkan. Namun, jumlah geosite bisa bertambah atau berkurang berdasarkan hasil verifikasi. Geosite sendiri memiliki tiga pilar utama, pendidikan, pariwisata, dan konservasi, yang menjadi indikator penilaian.
Perambahan Hutan Ancam Keberhasilan
Meski optimistis, Trimulbar menyoroti perambahan hutan sebagai ancaman utama."Geosite harus clear and clean, bebas dari perambahan ilegal atau sengketa batas. Perambahan hutan sangat berdampak dan bisa menggagalkan pengusulan," tegasnya.
Kawasan Batu Benau yang diusulkan sebagai geosite mencakup sekitar 20.000 hektare. Trimulbar menambahkan bahwa bukaan lahan legal tidak menjadi masalah, namun aktivitas ilegal seperti perambahan hutan dapat memicu kegagalan.
"Jika ada perambahan ilegal, itu masuk ranah kehutanan dan harus ditangani serius," katanya.
(mud/mud)