Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI resmi disahkan DPR menjadi Undang-undang. Ketok palu berlangsung pada Kamis (20/3) pagi. Sementara itu, massa memadati depan gedung DPR untuk memprotes pengesahan UU tersebut.
Dilansir detikNews, rapat paripurna pengesahan UU TNI dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani yang didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir. Tampak pula kehadiran Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Ketua Panja RUU TNI Utut Adianto menyampaikan beberapa poin krusial terkait kedudukan TNI, usia pensiun, hingga keterlibatan TNI aktif di kementerian atau lembaga. Utut memastikan tak adanya dwifungsi TNI dalam pembahasan revisi UU ini. Mayoritas anggota dewan pun menyatakan setuju atas pengesahan revisi UU tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun RUU TNI ini disepakati pada tingkat pertama antara Komisi I DPR RI dengan pemerintah, Selasa (18/3). Namun, H-1 jelang paripurna perwakilan pemerintah dalam hal ini Menkum Supratman Andi Agtas, Wamenkeu Thomas Djiwandono, Wamenhan Donny Ermawan Taufanto hingga Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto sempat melakukan rapat secara tertutup kembali dengan Komisi I DPR RI selama kurang lebih dua jam.
Massa Padati Depan Gedung DPR
![]() |
Sementara itu di luar gedung DPR, massa berkumpul menyuarakan penolakan terhadap pengesahan UU TNI. Sebagian memasang tenda sejak Rabu (19/3) pukul 24.00 WIB. Begitu mendapat kabar bahwa RUU telah diketok palu menjadi undang-undang, massa meminta agar Gerbang Pancasila dibuka sehingga mereka bisa masuk.
"Woy buka woy! Isi perut kalian dari siapa kalau bukan dari uang rakyat Indonesia? Semua yang melekat di badan kalian adalah milik rakyat!" teriak salah satu peserta aksi.
Massa aksi juga terus menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan melakukan orasi-orasi sebagai bentuk penolakan keras atas disahkannya RUU TNI menjadi undang-undang. Beberapa juga berupaya membuka pagar yang dikunci dengan batu.
"Keluar, keluar!" teriak satu peserta lain.
Sebelumnya, gelombang penolakan disampaikan publik melalui berbagai pernyataan. Pada Senin (17/3), Koalisi Masyarakat Sipil mereka mengeluarkan petisi yang isinya mereka menolak kembalinya dwifungsi TNI dalam RUU TNI.
Isi petisi tersebut terkait pasal-pasal yang direvisi berdasarkan daftar inventaris masalah (DIM), yang diajukan oleh pemerintah. Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan revisi RUU TNI tak memiliki urgensi yang membawa TNI ke arah lebih profesional.
"Terdapat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme (dwifungsi TNI) di Indonesia. Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer," ujar Dosen UI Sulistyowati Irianto saat membacakan petisi.
(des/des)