Saranjana dikenal sebagai kota gaib di Kalimantan Selatan. Meski tidak masuk dalam peta Indonesia, Saranjana yang misterius begitu melegenda di masyarakat Kalimantan.
Bagi masyarakat Kalimantan, Saranjana disebut sebagai kota yang tak kasat mata dan tak bisa dilihat oleh orang awam, kecuali dengan mata batin. Bahkan peradabannya disebut sangat maju dengan jejeran gedung menjulang tinggi bak kota impian.
Terdapat di Peta Kuno
Berdasarkan hasil penelitian, Saranjana disebut pernah ada di wilayah Kalimantan Selatan. Petunjuk itu mengarah ke Desa Oka-oka, Kecamatan Pulau Laut Kelautan, Kotabaru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beragam bukti nyata terkait keberadaannya, mulai dari peta hingga kamus yang dibuat di masa Hindia Belanda. Di antaranya, terdapat dalam peta Salomon Muller 1845, peta Isaac Dornseiffen 1868, kamus Pieter Johannes Veth 1869, hingga Sketch Map of the Residency Southern and Eastern Division of Borneo 1913.
Dengan adanya bukti-bukti tersebut, maka disimpulkan Saranjana bisa jadi pernah ada, namun kemudian menghilang.
![]() |
Lokasinya Memiliki Beragam Versi
Lokasi kota gaib ini ada beragam versi. Hal ini juga dijelaskan Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Mansyur di jurnalnya berjudul Saranjana in Historical Record: The City's Invisibility in Pulau Laut, South Kalimantan.
Mansyur menceritakan versi pertama yang ia dapatkan terkait keberadaan Saranjana ialah letaknya konon berada di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pada versi kedua menyebutkan bahwa Saranjana terletak di Teluk Tamiang, Pulau Laut.
Kemudian versi ketiga lebih tegas menyebutkan bahwa lokasi wilayah Saranjana ada di sebuah bukit kecil yang terletak di Desa Oka-oka, Kecamatan Pulau Laut Kelautan, Kalimantan Selatan. Lokasinya berbatasan langsung dengan laut sehingga cocok dijadikan destinasi wisata. Hanya saja, tempat ini dianggap angker oleh penduduk sekitar.
Dikaitkan dengan Legenda Gunung Sebatung
Keberadaan kota Saranjana turut dikaitkan dengan cerita legenda penciptaan Gunung Sebatung di Kalimantan. Dahulu wilayah Pulau Laut dikuasai Kerjaan Halimun yang dipimpin Raja Pakurindang.
Mansyur lalu menceritakan kisah legenda masyarakat terkait penciptaan Gunung Sebatung itu. Dikisahkan bahwa Raja Pakurindang memiliki dua anak, Sambu Ranjana dan Sambu Batung yang sering bertengkar.
Sang raja pun ingin menyudahi pertikaian kedua putranya dengan membagi wilayah kekuasaan. Sambu Batung akhirnya menguasai alam manusia yang kemudian menjelma menjadi Gunung Sebatung.
Sementara Sambu Ranjana mengambil jalan lain. Dia tak ingin ikut bersama saudaranya sehingga kemudian membangun Kota Saranjana di alam gaib.
![]() |
Pemesanan Alat Berat dari Saranjana
Penuturan mengenai kota Saranjana dikisahkan Dedy Suhandi (62). Ia yang kala itu pernah bertugas di Kotabaru sering mendengar mengenai Saranjana dari warga sekitar.
"Saya mendengar kota gaib Saranjana ketika berkunjung ke Kotabaru, Kalimantan Selatan, awal 1980-an. Sebagian besar warga di sana percaya dan yakin adanya kota mistis itu," kata Dedy Suhandi, beberapa waktu lalu.
Dedy mengetahui informasi tentang kota gaib Saranjana sejak bekerja di perusahaan pengeboran minyak milik PT Pertamina (Persero) pada 1982. Ia kerap ditugaskan ke kilang minyak di Kalimantan Selatan dari Bontang, Kalimantan Timur. "Waktu nyeberang dari Kotabaru ke Pulau Laut itulah banyak yang cerita soal kota Saranjana," kisahnya.
Dia hingga kini tak tahu di mana persisnya kota gaib Saranjana. Sebagian besar orang mengatakan mungkin berada di Desa Oka-oka, Kecamatan Pulau Laut Kelautan, Kabupaten Kotabaru.
Namun, menurut pengalamannya tinggal di sana, wilayah tersebut bukanlah kota besar, melainkan desa-desa yang dikelilingi hutan belantara.
"Tapi bagi orang yang percaya, kota gaib itu ada. Ada yang menggambarkan kota itu modern dan maju, mengalahkan kota di Singapura," ucapnya lagi.
Dedy sempat mempercayai keberadaan kota tersebut ketika terjadi kegemparan akibat berita tentang pemesanan sejumlah alat berat dari Jakarta pada saat itu. Pemesannya mengaku pengusaha asal Saranjana, yang langsung membayar uang tunai, yang nilainya sesuai dengan jumlah alat berat yang dipesan, seperti backhoe (ekskavator) dan buldoser. Pengiriman barang dilakukan pada akhir 1980-an.
"Itu gempar beritanya. Udah dibayar cash. Barang dikirim semua ke sana. Begitu sampai, Bupati Kotabaru bingung siapa dan di mana pemesannya. Cuma disebut dari Saranjana," ujar Dedy.
(mud/mud)