Candi Kalasan di Sleman dikenal sebagai candi bercorak Buddha tertua di DIY. Candi ini juga menarik perhatian karena adanya lapisan misterius pada permukaan batunya. Lapisan bajralepa itu disebut bisa memantulkan cahaya bulan menjadi kilau keemasan.
Candi Kalasan terletak di Dusun Kalibening, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, hanya beberapa ratus meter dari Jalan Raya Solo-Jogja. Berdiri di lahan bujur sangkar, candi ini memiliki pintu dan tangga pada setiap sisinya. Pintu utamanya berada di sisi timur, mengarah langsung ke bilik utama.
Dilansir situs resmi Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman, Candi Kalasan dikaitkan dengan sebuah prasasti berbahasa Sanskerta berhuruf Pranagari bertahun 778 Masehi.
Dalam Prasasti Kalaşa itu disebutkan peringatan jasa Maharaja Tejahpurana Panangkaran yang membangun kuil bagi Dewi Tara, lengkap dengan arca yang kemudian ditahtakan di dalamnya. Kuil tersebut dinamakan Tarabhawana yang kini dikenal sebagai Candi Kalasan.
Candi Kalasan menjadi salah satu cagar budaya penting di Kabupaten Sleman berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 14.7/Kep.KDH/A/2017 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman. Bangunan ini dilindungi dan wajib dijaga kelestariannya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Selain arsitekturnya yang khas, daya tarik lain Candi Kalasan terletak pada lapisan Bajralepa yang menyelimuti sebagian relief. Lapisan berwarna keemasan ini disebut mampu memantulkan cahaya bulan.
"Lapisan Bajralepa itu istilahnya ancient stucco (plester kuno). Saat ditemukan, kami memperkirakan lapisan itu sudah ada sejak masa pembangunan candi," ujar Pamong Budaya Ahli Madya Balai Pelestarian Budaya (BPK) Wilayah X, R. Wikanto Harimurti kepada detikJogja, Selasa (25/11/2025)
"Plester kuno ini fungsinya memperindah candi. Lapisan emas yang tampak itu muncul karena saat terkena sinar bulan, permukaannya memancarkan kilau keemasan," lanjutnya.
Harimurti menjelaskan, komposisi lapisan Bajralepa pernah diteliti pada 2016-2017. Dari hasil uji laboratorium kimia analitik UGM, ditemukan ada enam unsur penyusunnya.
"Kami pernah menguji dan mengurai unsur-unsurnya di laboratorium. Ada enam unsur, beberapa di antaranya lempung, gamping, kapur merah, pasir, satu unsur yang saya lupa, dan satu lagi kalkopirit. Ada pendapat bahwa kalkopirit ini merupakan residu dari pertambangan emas," ungkap dia.
Kandungan tersebut yang membuat lapisan Bajralepa tampak berwarna emas ketika terkena cahaya bulan. Harimurti menduga fungsi lapisan itu lebih ke unsur estetika.
"Jadi untuk keindahan, karena setelah diberi Bajralepa tampilan candi menjadi lebih bagus. Candi terlihat bersinar, seolah terbuat dari emas," kata Harimurti.
Harimurti menambahkan, lapisan Bajralepa itu diduga juga memiliki fungsi sebagai pelindung.
"Dari perspektif kami, Bajralepa ini juga dapat berfungsi sebagai pelindung. Dengan adanya lapisan itu, batuan tidak mudah ditumbuhi mikroorganisme dan tidak cepat rusak hingga sekarang," jelasnya.
Meski demikian, Bajralepa bukan hanya ditemui di Candi Kalasan. Lapisan serupa juga ditemukan di Candi Sari dan Candi Sewu yang letaknya masih satu kawasan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Bajralepa cukup umum pada masa tersebut.
"Candi Sari dan Candi Kalasan itu hampir bersamaan berdirinya, dan di sana juga ditemukan Bajralepa. Jadi kami berpikir, pada masa itu memang ada kebutuhan untuk mengoleskan lapisan ini," ujar Harimurti.
Berdasarkan prasasti yang ditemukan, Harimurti bilang, Candi Kalasan diperkirakan berfungsi sebagai tempat belajar para biksu sekaligus kuil persembahan bagi Dewi Tara. Kini, Candi Kalasan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya menjadi salah satu tujuan wisata religi di Sleman.
"Menurut prasasti, Candi Kalasan juga disebut Tarabhavana, yaitu candi persembahan untuk Dewi Tara atau Dewi kesejahteraan. Selain itu, Candi Kalasan menjadi tempat para biksu menimba ilmu. Candi Sari terkait sebagai tempat pemukiman para biksu yang belajar di Kalasan," pungkasnya.
Simak Video "Video: Viral Rusa Berkeliaran di Jalanan Sleman, Bikin Kaget Pengendara"
(dil/aku)