Di antara hiruk pikuk Pasar Burung Bratang, Surabaya, terdapat sebuah bangunan tua yang tampak kurang terawat rupanya memiliki segudang cerita di dalamnya, Pasar Nostalgia. Satu di antara kios kecil yang ada, menyambut detikJatim dengan alunan musik klasik yang terdengar samar-samar dari kejauhan.
Saat mendekat, rupanya kios kecil itu penuh dengan piringan vinyl, kaset disko, foto-foto tua, hingga mainan lawas yang tertata penuh ingatan. Kios itu bernama Antiktintoysbasuki. Pemiliknya, R Basuki Sektiyo Adji, atau yang akrab dipanggil Ukik, menjadi jiwa dari tempat yang tampak sederhana namun menyimpan perjalanan hidup yang jauh melampaui ruang beberapa meter persegi itu.
Lahir dari Keluarga Musik
Jika menelusuri awal kehidupannya, tak heran jika Ukik memiliki ratusan koleksi yang ia simpan sejak lama. Hal itu karena Ukik tumbuh akrab dengan melodi. Lingkungannya sejak kecil diisi musik yang mengalun dari pagi hingga malam. Ayahnya gemar memutar Beatles, Rolling Stones, dan band klasik lainnya. Ibunya pun penyuka lagu-lagu lawas, membuat rumah itu seolah tak pernah benar-benar sepi.
Karena itu lah ia dan ketiga saudaranya sudah akrab dengan musik sejak masih kecil. Ia juga sempat menempuh pendidikan musik di Yamaha Musik Indonesia, belajar piano, organ, juga gitar. Keluarganya tidak terpaku pada satu genre. Era 1974 sampai 1980 adalah masa di mana rumah mereka dipenuhi musik disko.
"Kami punya band keluarga, namanya Towankin. Gabungan dari nama 4 bersaudara, Tommy, Wawan, Basuki, dan Iin. Band kita juga ada unsur diskonya juga, tapi kami pakai kaset," kenangnya sambil tertawa kecil.
Ukik mengaku bahwa dulu dirinya ingin sekolah DJ, tapi takut untuk meminta izin ke orang tuanya karena ia merasa sudah pasti akan ditolak nantinya. Namun, itu tak menghentikan niatnya belajar disko. Ukik belajar langsung Audio Hifi dari Tommy kakaknya. Band keluarga itu pun pada akhirnya dibubarkan oleh mendiang Ibu Ukik karena anak-anaknya harus menempuh pendidikan tinggi.
Belajar dari Sang Kakak
Pengalamannya belajar musik datang dari sumber yang tidak biasa, yaitu dari para kakaknya sendiri. Tahun 1978, saat ia masih duduk di bangku SMP kelas dua, kakak-kakaknya mengajarkan audio elektronik, musik, hingga motocross.
"Ilmu saya itu bukan dari teman sebaya atau adik, tapi dari Kakak. Jadi yang masuk itu bukan cuma musik, tapi elektronik juga. Makanya saya ngerti pitching, overtune. Tapi karena warna vokal kami kurang bagus, ya kami nggak nyanyi," tutur Ukik.
Koleksi musik disko yang kini memenuhi kiosnya menjadi bukti panjang perjalanan musikal itu. Tak heran jika kiosnya sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak muda, terutama mahasiswa ITS, Unair, Trimurti, hingga Petra.
"Banyak anak DJ datang ke sini. Dari tampilan depan sudah kelihatan kalau disko saya lengkap banget, dari 70-an, 80-an, sampai 90-an," jelas Ukik.
Simak Video "Video: Berburu Memori untuk Jelajahi Waktu Lewat Kaset Bekas"
(auh/hil)