Monumen Juang 45 Saksi Perlawanan Arek-arek Malang

Monumen Juang 45 Saksi Perlawanan Arek-arek Malang

Muhammad Faishal Haq - detikJatim
Minggu, 14 Des 2025 12:30 WIB
Monumen Juang 45 Saksi Perlawanan Arek-arek Malang
Alun-alun Malang. Foto: M Bagus Ibrahim/detikJatim
Malang -

Di tepian Jalan Kertanegara, tepat berhadapan dengan Stasiun Kota Baru Malang, berdiri sebuah monumen yang setiap hari menjadi saksi bisu perjalanan kota: Monumen Juang 45.

Monumen ini menampilkan sosok raksasa yang tergeletak, dikelilingi patung-patung pejuang berukuran manusia. Sejak didirikan, bangunan ini menjadi pengingat tentang harga kebebasan yang pernah dipertaruhkan oleh Arek-Arek Malang dalam mempertahankan kemerdekaan.

Bagi warga Kota Malang, monumen ini bukan sekadar ornamen ruang publik. Ia berfungsi sebagai ruang kenangan, media pendidikan sejarah, sekaligus titik temu yang mudah dijangkau karena lokasinya berada di jantung kota.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari laman resmi Disporapar Kota Malang, pemerintah daerah memasukkan Monumen Juang 45 sebagai bagian penting dari rute wisata sejarah yang direkomendasikan untuk warga, pelajar, dan wisatawan.

Sejarah Monumen Juang 45

Monumen Juang 45 Malang dibangun untuk mengenang perjuangan rakyat Malang dalam mempertahankan kemerdekaan pada periode 1945-1949. Monumen ini menjadi saksi bisu sejarah, mengingatkan generasi kini akan semangat perlawanan yang tak pernah padam dari Arek-arek Malang.

ADVERTISEMENT

Sekilas, monumen ini menampilkan sebuah patung raksasa yang kerap ditafsirkan sebagai simbol penjajahan, yang tergeletak tidak berdaya. Mengelilinginya, puluhan figur kecil menggambarkan rakyat bersatu, menunjukkan bahwa kekuatan persatuanlah yang menjadi kunci kemenangan dalam mempertahankan kemerdekaan.

Pagar rafia mengelilingi tanaman di taman yang ada di Jalan Ijen Kota Malang.Ilustrasi Kota Malang (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)

Susunan patung tersebut tidak dibuat tanpa makna. Ia mencerminkan bagaimana kekuatan penjajahan yang digambarkan besar dan menindas pada akhirnya runtuh oleh keberanian dan persatuan rakyat.

Selain itu, pada bagian tubuh monumen dan relief-reliefnya digambarkan adegan-adegan penderitaan rakyat, aksi perlawanan, hingga momen heroik seperti peristiwa bumi hangus saat Malang dibakar agar tidak dikuasai pasukan Belanda. Momen tersebut menjadi simbol tekad rakyat yang tidak ingin kembali dijajah.

Visual-visual ini terus dirawat sebagai sarana pendidikan bagi generasi muda agar mereka memahami konteks perjuangan bangsa, bukan hanya memandang patung dari kejauhan tanpa mengetahui kisahnya.

Daya Tarik Monumen Juang 45

Daya tarik utama Monumen Juang 45 terletak pada komposisi patung sentralnya yang penuh pesan. Sosok raksasa yang digambarkan sebagai Buto Ijo, dalam mitologi Jawa melambangkan angkara murka dan keserakahan, tergeletak lemah di tengah medan.

Monumen Mayor Hamid Rusdi di Jalan Simpang Balapan, Kota MalangMonumen Mayor Hamid Rusdi di Jalan Simpang Balapan, Kota Malang Foto: Istimewa


Raksasa ini menjadi simbol kolonialisme yang menindas rakyat selama bertahun-tahun. Kekalahan raksasa tersebut digambarkan melalui keroyokan 19 patung pejuang yang berdiri mengelilinginya.

Tiga patung pejuang tampak berada di atas tubuh raksasa, menginjaknya sembari mengacungkan senjata seperti bambu runcing. Sementara itu, 16 patung lainnya berdiri di sekelilingnya, menunjukkan konsep perang rakyat semesta-bahwa perjuangan tidak hanya dilakukan oleh tentara, tetapi seluruh lapisan masyarakat.

Dalam kelompok patung di Monumen Juang 45, terdapat berbagai karakter yang mewakili penderitaan dan pengorbanan rakyat Malang. Figur pria dengan gerobak melambangkan beban hidup masyarakat.

Patung korban luka yang digotong menunjukkan besarnya pengorbanan, dan sosok perempuan yang membawa perbekalan sambil menggendong anak melambangkan peran perempuan dalam perjuangan.

Semua detail ini mempertegas pesan penjajahan, betapapun kuatnya, bisa dihancurkan persatuan rakyat. Melalui monumen ini, semangat keberanian dan gotong-royong para Arek-arek Malang tetap hidup, menjadi pengingat bagi generasi kini akan pentingnya persatuan dan pengorbanan dalam mempertahankan kemerdekaan.

Empat Sisi Relief yang Merekam Kisah Perjuangan

Kekuatan narasi Monumen Juang 45 tidak hanya pada patung raksasa dan para pejuang, tetapi juga pada relief-relief yang mengelilingi bagian bawah (batur) monumen. Keempat sisinya memvisualisasikan babak-babak penting dari perjuangan rakyat Malang.

1. Sisi Timur

Menghadap langsung ke Stasiun Kota Baru, sisi ini menampilkan relief Teks Proklamasi Kemerdekaan yang didampingi gambar dwitunggal Soekarno-Hatta. Bagian ini menjadi pengingat perjuangan yang digambarkan di monumen, pengorbanan, perlawanan, hingga kemenangan, berakar dari tekad mempertahankan proklamasi.

2. Sisi Utara

Sisi ini menyajikan visual tentang kekejaman penjajah, baik pada masa pendudukan Jepang maupun agresi militer Belanda. Adegan-adegannya menggambarkan penyiksaan, kerja paksa, hingga kondisi rakyat yang menderita. Inilah dasar moral yang menunjukkan mengapa perlawanan mutlak dilakukan.

3. Sisi Barat dan Sisi Selatan

Kedua sisi ini menggambarkan dinamika pertempuran. Visualnya menampilkan bagaimana rakyat dan Arek-Arek Malang bertempur di garis depan, menantang penjajah dengan segala keterbatasan.

Dari penggunaan bambu runcing hingga strategi gerilya, relief ini menekankan bagaimana rakyat Malang berjuang tanpa menyerah. Seluruh relief tersebut menjadi "buku sejarah luar ruang" yang dapat dipelajari siapa saja tanpa harus membuka arsip atau dokumen tertulis.

warga menikmati liburan di Alun-alun Kota MalangIlustrasi Kota Malang Foto: Aujana Mahalia

Monumen Juang 45 Masa Kini

Hingga kini, Monumen Juang 45 tetap berdiri kokoh di lokasi strategis yang menjadi salah satu jalur tersibuk Kota Malang. Posisinya yang berhadapan langsung dengan Stasiun Kota Baru menjadikannya semacam "wajah penyambut" bagi setiap pendatang.

Banyak wisatawan, pelajar, bahkan warga yang menunggu kereta memanfaatkan waktu berkunjung atau berfoto di area monumen. Selain berfungsi sebagai landmark kota, monumen ini juga menjadi ruang publik yang mudah diakses.

Area sekelilingnya menjadi tempat berkumpul, titik orientasi, dan lokasi edukasi sejarah. Beberapa sekolah bahkan menjadikannya salah satu lokasi studi lapangan karena visual sejarahnya yang lengkap dan mudah dipahami.

Monumen ini pengingat nyata bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari persatuan, pengorbanan, dan keberanian rakyat untuk meruntuhkan "raksasa" penindasan. Nilai sejarah ini membuat Monumen Juang 45 tetap relevan dan layak menjadi salah satu destinasi wisata sejarah unggulan di Kota Malang.




(ihc/irb)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads