Ledre dan Sego Mawut, Dua Ikon Kuliner Bojonegoro

Ledre dan Sego Mawut, Dua Ikon Kuliner Bojonegoro

Fadya Majida Az-Zahra - detikJatim
Sabtu, 13 Des 2025 16:00 WIB
Ledre dan Sego Mawut, Dua Ikon Kuliner Bojonegoro
ILUSTRASI LEDRE KULINER KHAS BOJONEGORO. Foto: Istimewa
Surabaya -

Bumi Angling Dharma, sebutan lain Kabupaten Bojonegoro, tak hanya dikenal sebagai daerah kaya sumber daya alam. Kabupaten di tepi Bengawan Solo ini juga menyimpan kekayaan kuliner yang menjadi "harta karun" budaya sekaligus identitas masyarakatnya.

Dua sajian yang menjadi representasi rasa dan kreativitas adalah ledre dan sego mawut. Meski berbeda karakter, keduanya sama-sama lekat dengan tradisi, sejarah, dan kehidupan sehari-hari warga Bojonegoro. Lalu, bagaimana dua kuliner ini berkembang menjadi ikon daerah sekaligus penggerak ekonomi kreatif lokal?

Ledre yang Manis, Tipis dan Menggoda Selera

Ledre sudah lama menjadi camilan wajib yang diburu wisatawan saat berkunjung ke Bojonegoro. Camilan manis nan tipis ini memiliki tekstur renyah dan aroma khas dari bahan utama pisang raja. Penggunaan jenis pisang tersebut memberikan rasa manis alami, sekaligus aroma harum yang menjadi ciri khas ledre original.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ledre kuliner khas BojonegoroLedre kuliner khas Bojonegoro Foto: Pemkab Bojonegoro

Pembuatan ledre hingga kini masih mengandalkan metode tradisional. Adonan tepung beras, santan, gula, dan pisang raja diratakan tipis di atas wajan panas, lalu digulung selagi hangat. Prosesnya membutuhkan ketelitian dan kecepatan, karena tingkat ketipisan menentukan kerenyahan ledre yang menjadi daya tarik utamanya.

Pada masa lalu, ledre bukan sekadar camilan rumah tangga. Kudapan ini kerap dihidangkan untuk tamu kehormatan atau sebagai sajian wajib dalam sejumlah acara adat. Oleh karena itu, ledre juga dipandang sebagai simbol keramahan, ketelatenan, dan kemakmuran masyarakat Bojonegoro.

ADVERTISEMENT

Sejalan berkembangnya zaman, bermunculan inovasi rasa mulai dari cokelat, vanila, hingga stroberi. Namun demikian, ledre original tetap menjadi primadona karena cita rasa klasiknya yang tak tergantikan.

Sego Mawut, Kreativitas dalam Satu Piring

Jika ledre mewakili sisi manis Bojonegoro, sego mawut adalah wujud kreativitas kuliner yang mengenyangkan. Nama "mawut" dalam bahasa Jawa berarti acak-acakan atau bercampur aduk, dan istilah tersebut menggambarkan dengan tepat bentuk hidangan ini.

Sego mawut merupakan perpaduan nasi goreng dengan mi kuning atau mi instan, ditambah sayuran seperti sawi dan aneka lauk mulai dari telur, ayam suwir, hingga bakso tergantung kreativitas penjual.

Sego MawutSego Mawut Foto: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia

Perpaduan tekstur nasi yang lembut dan mi yang kenyal menjadikan sego mawut hidangan kaya rasa sekaligus mengenyangkan, cocok untuk santapan malam maupun menu makan saat lapar berat.

Popularitas sego mawut lahir dari kreativitas pedagang kaki lima yang ingin menghadirkan sajian cepat saji, murah, dan bercita rasa kuat. Hidangan ini berkembang menjadi ikon kuliner yang mencerminkan karakter masyarakat Bojonegoro, adaptif, kreatif, dan mampu memadukan banyak elemen menjadi satu harmoni lezat.

Makna Budaya dan Identitas Lokal

Ledre dan sego mawut bukan sekadar hidangan, melainkan penanda budaya masyarakat Bojonegoro. Ledre menggambarkan sisi halus masyarakat agraris yang penuh ketelatenan, sementara sego mawut mencerminkan dinamika kehidupan modern masyarakat yang terus beradaptasi dengan perubahan.

Keduanya juga menjadi simbol keramahan warga Bojonegoro. Ledre sering dijadikan buah tangan untuk tamu, sedangkan sego mawut menjadi hidangan merakyat yang dapat dinikmati siapapun, dari kalangan pekerja hingga pelajar.

Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan UMKM

Keberadaan ledre dan sego mawut memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi kreatif di Kabupaten Bojonegoro. Banyak usaha pembuatan ledre dikelola UMKM dan industri rumahan.

Tingginya permintaan, terutama saat musim liburan atau akhir pekan, menjadikan ledre sebagai produk unggulan yang mampu mendorong pemberdayaan ekonomi ibu rumah tangga dan komunitas setempat.

Perajin ledre kini juga mulai memanfaatkan digital marketing dan platform penjualan online untuk memperluas pasar. Inovasi bentuk kemasan, varian rasa, serta branding lokal membuat ledre semakin dikenal di luar Bojonegoro.

Di sisi lain, Sego Mawut menjadi tumpuan bagi warung makan malam maupun pedagang kaki lima. Menu ini mudah dijual karena bahan bakunya sederhana, proses memasaknya cepat, dan digemari banyak kalangan.

Harga yang merakyat membuat hidangan ini menjadi pilihan utama bagi masyarakat urban dan pelajar. Kehadirannya turut mendukung keberlanjutan bisnis kuliner rumahan dan warung kecil, dua sektor penting dalam struktur ekonomi masyarakat.

Dengan kekayaan rasa dan sejarah, ledre dan sego mawut sangat berpotensi dikembangkan sebagai bagian dari wisata kuliner Bojonegoro. Pemerintah daerah dapat mengintegrasikan keduanya ke dalam paket wisata budaya, festival kuliner, hingga program edukasi UMKM untuk memperkuat identitas kuliner khas Bojonegoro.

Beberapa desa sudah mulai melibatkan wisatawan dalam tur produksi ledre, dari melihat proses penggilingan adonan hingga penggulungan. Aktivitas ini tidak hanya menarik, tetapi meningkatkan nilai ekonomi warga. Sementara sego mawut dapat menjadi menu andalan dalam berbagai event lokal atau festival malam Bojonegoro.

Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(ihc/irb)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads